FSGI sebut penyerahan merek dagang Merdeka Belajar cacat prosedur
Pengalihan hak merek dalam rupa hibah tidak bisa hanya diumumkan lewat konferensi pers.
Sekolah Cikal telah menghibahkan merek dagang ‘Merdeka Belajar’ kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada Jumat (14/8).
Namun, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menilai, penyerahan hibah merek dagang ‘Merdeka Belajar’ dari PT Sekolah Cikal kepada Kemendikbud RI cacat prosedur. Sebab, belum menerima izin resmi dari Presiden RI Joko Widodo.
Disisi lain, belum dalam bentuk akta hibah yang dibuat notaris. Lalu, belum terdaftar pula dalam pengalihan hak merek dagang di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut Retno, pengalihan hak merek dalam rupa hibah tidak bisa hanya diumumkan lewat konferensi pers dan berwujud kesepakatan antara Direktur PT Sekolah Cikal dan Mendikbud Nadiem Makarim.
“FSGI menduga kuat ada celah pelanggaran hukum dalam penyerahan hibat merek dagang Merdeka Belajar dan dugaan melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu,” ujar Retno dalam keterangan tertulis, Selasa (18/8).
Proses perjanjian hibah berpotensi melanggar UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah karena dugaan ketidakcermatan pejabat negara. Sehingga, berpotensi merugikan keuangan negara karena program ‘Merdeka Belajar’ dibiayai APBN.
Ia pun mempertanyakan, mengapa penyerahan hibah merek baru dilakukan pada Jumat (14/8). “Mengapa tidak saat merek dagang diperoleh pada Mei 2020 yang lalu. Apakah penyerahan ini karena adanya gelombang kritik dan protes publik? Kalau tidak pernah diprotes apakah akan ada penyerahan hibah oleh pemilik merek dagang?,” tutur Retno.
Ia juga mempertanyakan, mengapa pemilik merek dagang ‘Merdeka Belajar’ masih menginginkan penggunaan antara PT Sekolah Cikal dan Kemendikbud. Padahal, kalau sudah dihibahkan, maka merek dagang ‘Merdeka Belajar’ bisa digunakan siapapun untuk kepentingan pendidikan. “PT Sekolah Cikal berkedudukan istimewa kalau posisinya dipakai bersama,” ucapnya.
Lebih jauh, Retno mengungkapkan, penyerahan hibah merek dagang ini berpotensi konflik kepentingan. Berdasarkan Pasal 42 UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah, konflik kepentingan dalam kasus ini berhubungan dengan dugaan kuat adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis di baliknya.
Konflik kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 terjadi apabila dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dilatarbelakangi salah satunya adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis.