sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Hari Guru Nasional, honor guru honorer dinilai horor

P2G beri 7 catatan PR Mendikbud Nadiem di Hari Guru Nasional.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 25 Nov 2020 10:03 WIB
Hari Guru Nasional, honor guru honorer dinilai horor

Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) memberi catatan pekerjaan rumah (PR) untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam rangka hari guru nasional. Pertama, kesejahteraan guru honorer di sekolah swasta dan negeri perlu ditingkatkan.

“P2G mendorong Pemda memberikan upah guru honorer setara UMP/UMR, sehingga kisah tragis kesejahteraan yang minim tidak terjadi lagi,” ujar Koordinator P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis, Rabu (25/11).

Dia menuturkan, banyak guru honorer yang terhimpun dalam P2G menerima upaha hanya Rp. 500-700 ribu per bulan. Padahal, dituntut sempurna dan profesional dalam bekerja.

“Kami sangat sedih, honor guru honorer ini horor. Ini sangat tidak manusiawi,” ujar Satriwan.

Kedua, perlu pembenahan dalam rekrutmen guru dan desain pengembangan kompetensi guru ke depan. Persoalan sesungguhnya sudah muncul di level hulu, ketika mahasiswa calon guru masuk kampus lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK).

“Bagaimanapun juga LPTK masih menjadi 'pabrik' calon guru. Rendahnya kompetensi guru Indonesia hingga sekarang, tak lepas dari buruknya pengelolaan guru mulai dari hulunya yakni LPTK tersebut,” ucapnya.

Ketiga, pengembangan kompetensi guru harus dipenuhi negara. P2G mengaku sangat kecewa masih banyak provinsi dan kota/kabupaten dengan anggaran pendidikan dalam APBD masih di bawah 20%. Padahal, kewajiban negara mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD.

“Sudahlah, anggaran pendidikan daerah kecil bahkan P2G menemukan ada Pemda yang anggaran pendidikannya di bawah 5% APBD- belum lagi, berapa persen yang bisa kita harapkan alokasinya untuk pelatihan dan pengembangan kompetensi guru? Tak bisa berharap banyak akan peningkatan kualitas guru kalau begini,” tutur Satriwan.

Sponsored

Satriwan mendesak agar Pemda tidak lepas tanggung jawab perkara politik anggaran pendidikan untuk kompetensi guru.

“Jika tidak guru-guru kita masih berkutat di urusan kompetensi yang menyedihkan. Kalau perlu jangan pilih calon kepala daerah yang tak berkomitmen menaikkan anggaran pendidikan daerah menjadi 20%,” ucapnya.

Keempat, guru perlu keterampilan digital untuk revolusi industri 4.0. Rencana Kemendikbud melakukan ‘digitalisasi sekolah’ harus diiringi dengan pemenuhi kebutuhan dasar infrastruktur penunjang.

Digitalisasi sekolah ala Mendikbud, kata dia, dituntut tidak sekadar sekedar ‘bagi-bagi’ laptop dan komputer.

Kelima, para guru diminta agar jangan mau terjebak dalam situasi politik praktis Pilkada serentak 2020.

Keenam, perlindungan dan keselamatan guru di masa pandemi harus tetap diperhatikan. Untuk itu, P2G mendesak Kemendikbud, Kementerian Agama (Kemenag), dan Pemda membantu insentif kepada sekolah-sekolah swasata menengah ke bawah yang mengalami kesulitan finansial. Di sisi lain, Kemendikbud dituntut tidak lepas tanggung jawab dalam terkait pembukaan sekolah mulai Januari 2021 nanti.

Ketujuh, pendataan terkait guru honorer dan swasta penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) perlu diperbaiki. Sebab, P2G mendapatkan laporan dari Kabupateng Pandeglang, Jakarta, Blitar, Brebes, Garut, dan Kota Bekasi masih banyak guru honorer belum terdaftar sebagai penerima BSU Kemendikbud.

Padahal, jelas dia, sudah terdaftar di data pokok pendidik (Dapodik) dan masuk dalam katergori berhak menerima. Sebaliknya, P2G malah menerima laporan dari guru ASN di Kabupaten Pacitan, menerima BSU.

Berita Lainnya
×
tekid