sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indeks persepsi korupsi Indonesia 2021 hanya naik 1 poin

CPI Indonesia berada di skor 38/100 atau di peringkat 96 dari 180 negara yang disurvei.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Selasa, 25 Jan 2022 18:10 WIB
Indeks persepsi korupsi Indonesia 2021 hanya naik 1 poin

Berdasarkan rilis Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2021 oleh Transparency International, tingkat korupsi masih mengalami stagnasi di seluruh dunia. Yaitu, 86% negara hanya membuat sedikit atau tidak ada kemajuan dalam 10 tahun terakhir.

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Transparency International, pada 2021, CPI Indonesia berada di skor 38/100 atau di peringkat 96 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini naik 1 poin dari tahun 2020 lalu yang berada pada skor 37/100.

Deputi Transparency International Indonesia Wawan Suyatmiko mengungkapkan, skor CPI 2021 naik satu poin disebabkan berbagai faktor. Faktor risiko korupsi pelaku usaha pada sektor ekonomi, seperti penyuapan pada area ekspor-impor, kelengkapan penunjang, pembayaran pajak, hingga kontrak dan perizinan. Lalu, korupsi politik dan penegakan hukum yang belum ada perbaikan signifikan.

Penanganan perkara korupsi eks-Menteri Sosial, eks-Menteri KKP, Wakil Ketua DPR RI, hingga skandal Jiwasraya dan Asabri berkontribusi pada kenaikan CPI 2021. Termasuk pula capaian Satgas BLBI dalam penyitaan aset dari para obligor/debitor prioritas.

"Maka, penting bagi pemerintah Indonesia untuk fokus pada penegakan hukum yang lebih transparan dan akuntabel, serta pengembalian aset akibat tindak pidana korupsi. Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga harus memberikan dan menjamin ruang aspirasi dan kebebasan sipil bagi setiap pengambilan keputusan,” ujar Danang dalam keterangan tertulis, Selasa (25/1).

Untuk meningkatkan kemajuan melawan korupsi, menciptakan iklim demokrasi yang berkualitas dan menjunjung hak asasi manusia dalam kerangka pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi, maka Transparency International Indonesia memberikan beberapa rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan segenap jajarannya agar dapat meningkatkan kemajuan melawan korupsi, menciptakan iklim demokrasi, dan menjunjung HAM.

Pertama, pemerintah harus membatalkan pembatasan yang tidak proporsional terhadap kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul yang diterapkan sejak awal pandemi. Kedua, mengembalikan independensi dan kewenangan otoritas lembaga pengawas kekuasaan.

“Badan pengawasan seperti lembaga antikorupsi dan lembaga pemeriksa/pengawas harus kembali mandiri dan bebas dari intervensi kekuasaan manapun, memiliki sumber daya yang baik, dan diberdayakan untuk mendeteksi dan memberikan hukuman atas pelanggaran,” ucapnya.

Sponsored

Ketiga, DPR dan pengadilan sebagai fungsi pengawas dan penyeimbang kekuasaan juga harus melakukan tugasnya secara konsekuen. Keempat, pemerintah harus serius dalam menangani kejahatan korupsi lintas negara. Pemerintah perlu memperbaiki kelemahan sistem yang memungkinkan korupsi lintas negara yang tidak terdeteksi atau tanpa sanksi.

“Pemerintah dan Parlemen harus menutup celah hukum, mengatur profesional pendukung kejahatan keuangan, dan memastikan bahwa koruptor dan kaki tangannya tidak dapat melarikan diri dari hukuman. Serta melakukan optimalisasi pemulihan aset negara akibat kejahatan secara transparan dan akuntabel,” tuturnya.

Kelima, pemerintah harus menegakkan dan mempublikasikan hak atas informasi selama penanganan pandemic. Sebagai bagian dari upaya pemulihan Covid-19, kata dia, pemerintah harus memenuhi janji mereka yang terkandung dalam deklarasi politik UNGASS Juni 2021 lalu, untuk memasukkan prinsip-prinsip antikorupsi dalam pengadaan publik dan perlindungan terhadap warga negara. 

Berita Lainnya
×
tekid