sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kata cendekiawan muslim soal Islamophobia dan terorisme

Kedekatan dakwah kampus dan isu radikalisme dan terorisme adalah realitas yang menurutnya harus diterima.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Sabtu, 26 Mar 2022 13:11 WIB
Kata cendekiawan muslim soal Islamophobia dan terorisme

Islamophobia semakin berkembang dengan cepat dan kian merebak di tengah-tengah masyarakat global. Pengertian secara bahasa, Islamofobia berasal dari dua kata, yaitu Islam dan fobia (ketakutan yang berlebihan). Jika ditarik maknanya, istilah tersebut didefinisikan sebagai prasangka atau ketakutan yang tidak wajar terhadap Islam dan kaum Muslimin.

Cendekiawan Muslim, Jimly Asshiddiqie melihat ada dua penyebab merebaknya isu tersebut. Pertama, santernya kedekatan Islam dengan radikalisme dan terorisme kian menjadi sorotan. Hal ini membuat stigma buruk terhadap kehidupan beragama terlebih di belahan dunia lain dengan umat muslim sebagai minoritas.

“Pertama karena orang Islamnya sendiri (terkesan) kaku, (terkesan) radikal, (terkesan) teroris, tapi jangan kecil hati,” kata Jimly dalam webinar Grand Opening Rumah Bersama Muslim se-Universitas Indonesia, Sabtu (26/3).

Jimly melihat, minimnya pembicaraan tentang perkembangan islam menjadi alasan kedua. Apalagi banyak pernyataan resmi dari pejabat yang menunjukkan kebenciannya terhadap Islam.

“Yang kedua perkembangan Islam ini tidak dibicarakan,” ujar Jimly.

Jimly menyarankan, pembuatan database di Universitas Indonesia bisa menjadi contoh untuk ditiru khalayak. Terlebih, hal itu juga merupakan program dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Database yang dimaksud berisikan tentang jumlah umat muslim yang dapat mengaji, ataupun berdakwah. Sehingga, bisa diketahui jumlah yang belum, dan program kegiatan untuk meningkatkan kualitas umat dapat dilakukan.

“Ini sekedar mengingatkan kita semua pentingnya database, dakwah kita ini mulai dari atas bukan mulai dari audience. Ke depan big data itu akan jadi penentu semua ikhtiar. Maka dakwah kita ini harus diubah reorientasi mulainya bukan dari atas ke bawah tapi database,” ucap Jimly.

Sponsored

Dakwah, kata Jimly, juga harus diperhatikan. Kedekatan dakwah kampus dan isu radikalisme dan terorisme adalah realitas yang menurutnya harus diterima.

Kendati demikian, Jimly tidak meminta dakwah tersebut untuk berhenti tapi dibenahi. Pembenahannya juga tidak bisa dilakukan hanya dengan adu mulut di media sosial ataupun di dunia nyata, justru harus dengan tindakan nyata dan program kerja.

“Kegiatan dakwah di kampus ini sedang dicurigai juga gitu loh ini radikalisme di kampus sudah banyak muncul di pidato pejabat, tapi gapapa ini realitas juga, ini harus dibenahi supaya image tidak begitu,” tutur Jimly.

Jimly pun meminta umat muslim di Indonesia untuk tidak menghadapi fenomena ini dengan emosi atau temperamen tinggi. Sebab, dengan respons kemarahan justru hanya akan menjadikan Islamophobia semakin tinggi.

Islam, kata Jimly, tidak perlu dibela, yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas diri. Pertumbuhan Islam yang cepat di Indonesia bukan karena mutu melainkan karena jumlah kelahiran yang besar.

“Maka orang Indonesia ini harus bersikap berubah karena fenomena ini tidak bisa dihadapi dengan marah kalau kita ikutan marah juga ya makin jadi,” ucap Jimly.

Berita Lainnya
×
tekid