Pengamat kebijakan administrasi publik Universitas Nasional (Unas), Amsori Bahruddin Syah, mengapresiasi sikap Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam menindak bekas pejabat Direktor Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo.
Rafael Trisambo adalah ayah Mario Dandy Satriyo, pelaku penganiayaan David. Namanya disorot lantaran kekayaannya Rp56 miliar dan dinilai janggal bahkan disinyalir ada kendaraan mewah yang kerap digunakan sekaligus dipamerkannya dan Mario Dandy tak tercantum di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Kemenkeu, saya kira, sangat responsif karena memang apa yang dilakukan anggota keluarga pegawainya itu tidak sesuai dengan sikap internal, agar tidak hidup bermewah-mewahan," ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Minggu (26/2).
"Bagus juga ini kalau dicontoh instansi lain. Namun, jangan menunggu adanya kasus seperti Rafael Alun," sambungnya.
Gaya hidup mewah dan pamer kekayaan (flexing) ala keluarga Rafael Trisambo dinilai tidak sesuai prinsip yang dianut Kemenkeu. Jumlah kekayaannya dinilai tidak sesuai dengan profilnya.
Atas dasar itu, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu dan Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) DJP memeriksanya untuk klarifikasi. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, pun telah memecatnya dari jabatannya sebagai Kabag Umum Kanwil DJP Jaksel II.
Amsori pun mendukung langkah Kemenkeu mencopot Rafael Alun dari jabatannya. Dirinya berpendapat, keputusan tersebut menjadi peringatan bagi anak buah Sri Mulyani lainnya.
"Saya juga setuju dengan pencopotan Rafael. Bagi saya, ini sekaligus menjadi warning bagi pejabat Kemenkeu lainnya agar mengoreksi diri," katanya.
Meski demikian, tindakan korektif yang diambil Kemenkeu tidak sekadar menyasar Rafael Alun. Amsori meyakini masih ada pegawai Kemenkeu yang berharta jumbo tidak wajar dan keluarganya gemar flexing.
"Ini harus menjadi momentum 'bersih-bersih'. Jadi, mestinya dilakukan secara komprehensif, menyasar seluruh pegawai. Mungkin Kemenkeu bisa melibatkan institusi lain, seperti KPK dan PPATK," ujarnya.