sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komnas HAM dalami perjanjian kerja sama Polri-PSSI

Komnas HAM mendalami apakah ada perdebatan saat pembahasan kerja sama Polri dengan PSSI.

Gempita Surya
Gempita Surya Rabu, 19 Okt 2022 20:29 WIB
Komnas HAM dalami perjanjian kerja sama Polri-PSSI

Komnas HAM mendalami soal perjanjian kerja sama (PKS) antara Polri dengan PSSI terkait kegiatan penyelenggaraan sepak bola di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang terjadi pada Sabtu (1/10) malam.

Pendalaman dilakukan melalui permintaan keterangan kepada tim Asops Mabes Polri yang berlangsung hari ini (19/10) di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Karo Kerma KL Sops Polri, Brigjen Dedy Setia Budi.

"Dengan kepolisian kita memang fokus soal PKS, jadi perjanjian kerja sama antara PSSI dan kepolisian. Yang paling pokoknya adalah, yang menginisiasi itu adalah PSSI," kata Anam kepada wartawan, Rabu (19/10).

Dalam hal ini, pihaknya mendalami apakah PSSI sebagai inisiator, dalam prosesnya menyertakan perangkat-perangkat aturan terkait penyelenggaraan pertandingan sepak bola dalam perjanjian tersebut. Perangkat yang dimaksud, misalnya hal-hal tidak diperbolehkan dalam pertandingan sepak bola seperti gas air mata.

"Apakah ada perdebatan sengit soal apa  yang boleh dan tidak boleh, dalam kerangka aturan FIFA maupun PSSI, ya ternyata tidak ada perdebatan," ujar Anam.

Disampaikan Anam, pihaknya memperoleh penjelasan dari tim Asops Mabes Polri perihal tidak adanya perdebatan soal perangkat-perangkat tersebut. Berdasarkan keterangan mereka, kata Anam, penyusunan PKS melibatkan sejumlah perangkat kepolisian seperti intelkam, reskrim, brimob, bahkan dokkes.

"Ketika dijelaskan sumber-sumber hukumnya, runtutan dan lain sebagainya, pola-pola dia bekerja, itu ndak ada PSSI bilang, 'oh ini tata kelolanya begini, oh tata kelolanya begini, harusnya ini nggak boleh.' Misalnya ya, 'oh ini nggak boleh loh pakai helm, tameng, ini nggak boleh loh bawa gas air mata.' Misalnya begitu, itu ndak ada penjelasan," ucap Anam.

Menurut Anam, dalam hal ini PSSI sebagai pihak yang menginisiasi perjanjian tersebut seharusnya berpedoman pada perangkat aturan penyelenggaraan pertandingan sepak bola, baik di level internasional maupun perundang-undangan Indonesia.

Sponsored

"Harusnya sebagai orang yang jaga marwahnya, statuta FIFA, aturan PSSI, itu yang jadi pedoman. Apalagi ini inisiatifnya PSSI," tutur Anam.

Ditambahkan Anam, terkait konteks ini pihaknya juga menggali keterangan dari pihak match commissioner atau pengawas pertandingan Arema vs Persebaya saat pertandingan berlangsung. Anam menyebut, pihak pengawas melihat aparat pengamanan yang membawa benda-benda dilarang dalam aturan PSSI.

"Pertanyaannya, kenapa kok nggak dilaporkan? Dia juga bingung karena perangkatnya nggak ada untuk pelaporannya. Jadi problemnya memang struktural dan mendasar," tutur Anam.

Anam menyebut, ada ketidakpahaman dari pihak pengawas pertandingan soal hal tersebut. Oleh karena itu, Anam menilai tragedi Kanjuruhan harus menjadi momentum transformasi tata kelola persepakbolaan di Indonesia.

"Ini problemnya sangat mendasar. Makanya, momentum tragedi kemanusiaan Kanjuruhan harus menjadi momentum yang sangat mendasar soal tata kelola sepak bola kita, dan penghormatan pada hak asasi manusia," ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid