Staf Menteri Kelautan dan Perikanan, Qushairi Rawi, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia bakal dimintai keterangan dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Menteri KP nonaktif, Edhy Prabowo, red)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Senin (7/12).
Selain Qushairi, KPK juga memanggil enam saksi untuk Edhy. Mereka adalah pegawai PT Dua Putra Perkasa (DPP), Betha Maya Febiana; mahasiswa, Lutpi Ginanjar; wiraswasta, Yudi Surya Atmaja; karyawan swasta, Jan Saragih; swasta, Agustinus Jiuwengky; dan finance PLI, Kasman.
Pada perkaranya tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka. Selain Edhy, Staf Khusus Menteri KP, Safri (SAF); pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi (SWD), staf istri Menteri KP, Ainul Faqih (AF); Direktur PT DPP, Suharjito (SJT), Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi Misanta (APM); dan swasta Amiril Mukminin (AM).
Kasus ini berawal saat Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, dan Andreau selaku ketua pelaksananya.
Kemudian, pada Oktober 2020, Suharjito datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu Safri. Dalam pertemuan tersebut, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT ACK.
"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelas Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, beberapa waktu lalu.
Atas kegiatan ekspor benur, PT DPP diduga mentransfer uang ke rekening PT ACK senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, imbuh Nawawi, PT DPP memperoleh penetapan kegiatan ekspor. "Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK."
Berdasarkan data kepemilikan, PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi Surya Atmaja (YSA).
"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.
Berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga untuk Edhy, Iis Rosyati Dewi (IRW) selaku istri Edhy, Safri dan Andreau.
"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu Amerika Serikat di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujar Nawawi.
Di samping itu, Edhy turut diduga menerima sejumlah uang sebesar USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau juga disebut menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.
Para penerima, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Amiril dan Andreau, disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi, Suharjito, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.