sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK: Penegak hukum jangan kesampingkan informasi rakyat

Kejagung telah melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Kejari Jakpus.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Kamis, 17 Sep 2020 18:55 WIB
KPK: Penegak hukum jangan kesampingkan informasi rakyat

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, meminta setiap penegak hukum tidak mengesampingkan informasi masyarakat dalam memberantas rasuah. Apalagi, regulasi mengatur peran publik.

Hal itu sebagaimana Pasal 41 dan 42 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Memberi ruang sekaligus mengamanahkan besarnya arti peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di negeri ini," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (17/9).

Pernyataan itu disampaikan lantaran Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah melimpahkan berkas tersangka kasus dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), jaksa Pinangki Sirna Malasari, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus). Sementara, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) belakangan menyerahkan bukti menyangkut kasus tersebut.

Nawawi menjelaskan, Pasal 41 menegaskan peran rakyat berwujud dalam hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.

"Termasuk di dalamnya hak untuk memyampaikan saran dan pendapat yang bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi," jelasnya.

Merujuk pada beleid tersebut, terangnya, seharusnya penegak hukum tidak begitu saja mengesampingkan segala data, informasi, saran, dan masukan dari masyarakat dalam tugasnya memberantas korupsi.

Sebab, itu merupakan amanah undang-undang sebagai strategi pemberantasan praktik lancung. "Termasuk KPK tentu saja berkewajiban untuk mempelajari dan menelaah segala sesuatu yang diberikan sebagai informasi oleh masyarakat tersebut," ujarnya.

Sponsored

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, sebelumnya mengatakan, ada penyebutan "King Maker" dalam megaskandal Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Menurutnya, istilah itu kerap disampaikan jaksa Pinangki, pengacara Anita Dewi Kolopaking, dan Djoko.

"Salah satu yang mengejutkan dan ini adalah hal yang baru, yaitu ada penyebutan istilah 'King Maker' dalam pembicaraan-pembicaraan itu antara PSM (Pinangki, red), ADK (Anita, red), dan JST (Djoko, red) juga," katanya di Gedung KPK, Jakarta.

Boyamin menyebut, istilah tersebut termasuk ke dalam barang bukti yang disampaikan kepada KPK. Selain "King Maker", dokumen yang diberikan juga berisi informasi mengenai "Bapakku-Bapakmu" dan sejumlah inisial.

Dalam perkara pelik tersebut, jaksa Pinangki sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia diduga menerima uang senilai USD$500.000 atau setara Rp7,5 miliar dalam kepengurusan fatwa MA untuk Djoko. Pada Selasa (15/9), Kejagung melimpahkan tersangka beserta barang bukti ke Kejari Jakpus.

Selain Pinangki dan Djoko, penyidik juga menetapkan bekas politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya, sebagai tersangka. Irfan disebut dibawa jaksa Pinangki bertemu Djoko untuk menawarkan proposal fatwa MA.

Berita Lainnya
×
tekid