sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KTP bagi penghayat kepercayaan masih belum jelas

Saat ini, Kemendagri masih mempertimbangkan sejumlah usulan terkait penulisan aliran penghayat kepercayaan di e-KTP.

Cantika Adinda
Cantika Adinda Senin, 29 Jan 2018 16:42 WIB
KTP bagi penghayat kepercayaan masih belum jelas

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan terkait Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang- Undang (UU) Administrasi Kependudukan. Dalam amar putusannya, MK menganggap pasal yang mengatur tentang kolom agama di e-KTP itu bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Menyikapi putusan MK, Kementrian Dalam Negeri masih mempertimbangkan saran dari sejumlah kelompok untuk memasukkan para penganut penghayat kepercayaan di kolom e-KTP.

"Ini kalau tidak hati-hati maka akan jadi isu sensitif. Pasti akan ada pro-kontra sama halnya dengan urusan Pilkada terkait pejabat sementara ini," terang Mendagri Tjahjo Kumolo usai rapat koordinasi dengan Intelkam Polri, di kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Senin (29/1).

Politikus PDIP itu menambahkan, terdapat usulan agar di e-KTP dibuat kolom seperti 'Agama/Kepercayaan'. Namun, usulan tersebut juga ditentang oleh pihak lain.

"Yang agama nulis agama yang sah. Kalau tidak bergama ditulis kepercayaan. Tapi tokoh agama tidak mau. Wong kepercayaan bukan agama dan agama bukan kepercayan," sambungnya.

Kemudian ada juga usulan agar baris agama dan kepercayaan dipisahkan. Selanjutnya ada juga opsi untuk membuat e-KTP sendiri, khusus penghayat kepercayaan.

"Agama titik dua apa, kepercayaan titik dua apa dalam satu e-KTP. Ada opsi dipisah saja lah, yang kepercayaan paling-paling berjumlah 5 juta bikin cetak khusus e-KTP. Misal kepercayaannya apa? Misal kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau alirannya ditulis Sunda Wiwitan dan lain-lain ada 40-an aliran," terangnya.

Meski demikian, Tjahjo memastikan masih menunggu pembahasan tersebut dan akan melapor ke Menko Polhukam serta Presiden Joko Widodo. Sedangkan Kemendagri, juga telah menerima masukan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama.

Sponsored

"Tinggal kami tunggu katanya mau dipanggil DPR memberi masukan setelah itu kami rapatkan di Polhukam dan lapor ke Presiden. Ini sensitif. Pilkada dulu baru ini,” tandasnya.

Berita Lainnya
×
tekid