Hentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, meminta Pemerintah fokus menangani pandemi corona atau COVID-19. Legilsatif dan eksekutif, jangan memanfaatkan momen ini untuk bahas beleid sapu jagat itu.
Sebab, pandemi virus yang kali pertama ditemukan di Wuhan, Tiongkok tersebut bisa menghilangkan partisipasi publik dalam membahas RUU Cipta Kerja. Sebab, saat ini masyarakat tengah fokus melakukan social distancing guna memitigasi COVID-19.
"Bilamana pembahasan RUU ini tetap dilanjutkan ditengah perjuangan masyarakat melawan pandemi global COVID-19. Berdasar, himbauan pemerintah melakukan social distancing, tentu disaat yang sama, hak masyarakat berpartisipasi dalam kebijakan publik juga akan dilanggar," kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (18/3).
Arif mengungkapkan, dalam situasi seperti ini pemenuhan hak atas kesehatan rakyat sebagai hak dasar manusia lebih penting diutamakan. Pemerintah, harus memperhatikan itu dari pada mendahulukan RUU Cipta Kerja yang digadang-gadang mengakomodir kepentingan investor.
Per hari ini (18/3), diketahui ada 172 orang yang dinyatakan positif COVID-19 di Indonesia. Sembilan pasien dinyatakan sembuh dan tujuh orang harus meregang nyawa akibat virus tersebut.
"Bilamana keseluruhan hak asasi ini tidak dijamin dan dilindungi. Maka, penegakan atas nilai-nilai demokrasi hanya menjadi angan belaka," tutur Arif.
Seperti diketahui Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun 2019-2020 DPR mengesahkan 50 RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2020. Termasuk empat Omnibus Law, yakni RUU Kefarmasian, RUU Cipta Kerja, RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU Ibu Kota Negara.
Pada Rabu (12/2), pemerintah melalui enam menteri Kabinet Indonesia Maju, menyerahkan Surat Presiden beserta naskah akademik RUU Cipta Kerja kepada DPR. Dua regulasi tersebut diterima Ketua DPR Puan Maharani. Omnibus Law RUU Cipta Kerja terdiri dari 79 RUU, 15 bab, dengan 174 pasal.
Menindaklanjuti Surpres dan naskah akademik ini, akan ada tujuh komisi di DPR yang terlibat. Kendati demikian, DPR masih belum bisa memastikan mekanisme pembahasannya, apakah melalui Badan Legislasi atau membentuk Panitia Khusus atau Pansus.