sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MA: Tak patuhi PTUN soal OSO, KPU melawan hukum

"Kalau mengatakan dirinya organ negara, negara berdasarkan hukum pasti bertindak berdasakan hukum."

Armidis
Armidis Jumat, 05 Apr 2019 14:33 WIB
MA: Tak patuhi PTUN soal OSO, KPU melawan hukum

Mahkamah Agung (MA) mengimbau agar pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan memasukkan nama Oesman Sapta Odang (OSO), dalam Daftar Calon Tetap (DCT) calon anggota legislatif (caleg) DPD pada Pemilu 2019.

Ketua Kamar Tata Usaha Negara (TUN) MA Supandi mengatakan, lembaga yang berada pada posisi tergugat, wajib melaksanakan putusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap alias inkracht. Karena itu, KPU pun harus menaati putusan PTUN Jakarta Nomor: 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT tertanggal 14 November 2018.

"Maka demi hukum, pemerintah, tergugat, wajib melaksanakan. Kalau mengatakan dirinya organ negara, negara berdasarkan hukum pasti bertindak berdasakan hukum," kata Supandi di kantor MA, Jakarta Pusat, Jumat (5/4).

Namun begitu, dia mengakui, lembaga peradilan PTUN tidak memiliki kuasa eksekutor untuk menjalankan putusan PTUN yang sudah inkracht. Kewajiban melaksanakan putusan, justru terdapat pada lembaga yang menjadi tergugat.

"Di PTUN tidak ada lembaga eksekusi, karena eksekusi itu atas inisiatif tergugat selaku negara. Setiap keputusan dilaksanakan, itu membuat harum negara dan mengangkat kehormatan negara," kata dia.

Untuk diketahui, PTUN Jakarta sudah memutuskan perkara yang diajukan Oesman Sapta Odang (OSO) berkaitan dengan pencalonannya sebagai anggota DPD pada Pemilu 2019. Dalam putusan PTUN Jakarta Nomor: 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT tertanggal 14 November 2018, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu Anggota DPD Tahun 2019.

Terkait putusan itu, PTUN memerintahkan KPU agar memasukkan nama Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD.

Menurut Supandi, lembaga negara yang tidak melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum, dapat dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.

Sponsored

"Kalau tidak dilaksanakan, melawan perintah jabatan dan masuk dalam kualifikasi perbuatan melawan hukum," ucap dia.

Terkait pencalonan OSO sebagai anggota DPD, Sekretariat Negara (Setneg) juga telah mengirim surat Nomor R.49/M.Sesneg/D-1/HK.06.02/3/2019 tanggal 22 Maret 2019. Dalam surat tersebut, KPU diminta menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta dan memasukkan nama OSO dalam DCT DPD di Pemilu 2019. 

Namun, pihak KPU tetap enggan memasukkan nama OSO ke dalam DCT. KPU berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang juga telah berkekuatan hukum tetap. Putusan MK tersebut, memerintahkan anggota DPD dan yang akan mencalonkan diri sebagai anggota DPD, untuk tidak menyandang jabatan sebagai pengurus di partai politik.

Dalam surat Nomor 564/HK.07-SD/03/KPU/III/2019 tertanggal 29 Maret 2019, KPU menyatakan bahwa suata lembaga atau masyarakat yang tidak menjalankan putusan MK, merupakan bentuk nyata dari pembangkangan terhadap konstitusi.

"Dengan demikian, terdapat alasan hukum yang kuat bagi KPU untuk tidak mencantukmkan Oesman Sapta dalam Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Pemilu Tahun 2019," demikian penggalan surat KPU yang ditandatangani Ketua KPU Arief Budiman.

Berita Lainnya
×
tekid