26 Desember 2004, gempa bumi disusul gelombang tsunami meluluhlantakkan pesisir Seurahet, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. 376 jiwa menjadi korban bencana yang mengerikan itu.
Hanya masjid Baitul Atiq di Desa Padang Seurahet, satu-satunya bangunan yang tersisa dari terjangan tsunami kala itu. Meski terletak di dekat bibir pantai, masjid tersebut tetap kokoh dan menjadi tempat warga untuk menyelamatkan diri dari maut.
"Setiap tahun pasca-tsunami kami adakan kenduri di sini. Seperti baru kemarin kena gelombang tsunami," ujar warga bernama T Irhami (48) seperti dikutip dari Antara, Selasa (26/12).
Irhami masih ingat betul saat bencana tsunami menerjang 13 tahun silam. Ia mengenang, saat itu gempa berkekuatan 9,2 SR mengguncang Aceh. Selanjutnya, 15 menit kemudian terjadi tsunami dan menyapu permukiman penduduk.
"Kami bersama tokoh masyarakat sempat yasinan di pantai, saya melihat air laut surut hingga satu kilometer, kami mulai ketakutan dan akhirnya berlarian," kenangnya.
Meski telah direlokasi di Blang Beurandang, namun masjid Baitul Atiq menyimpan kenangan bagi warga setempat. Bahkan, bangunan masjid tersebut hingga kini belum di perbaiki dan tetap menjadi saksi sejarah tsunami 2004. Namun, di lokasi tersebtu, didirikan satu monumen bernama "Kulah Air dan Jam Dinding".
Disitu tertulis pukul 08.30 WIB serta 376 nama-nama korban tsunami.
"Desa kami ini adalah kampung nelayan, kami sekarang sudah direlokasi, tapi desa ini adalah tanah kelahiran yang tidak bisa kami lupakan," sambung Irhami.
Tiap tahun warga selalu mengenang tragedi tsunami yang menewaskan sekira 170 ribu orang. Selama kegiatan berlangsung, nelayan pantang melaut, pertokoan tutup dan masyarakat serta perkantoran menaikkan bendera merah putih setengah tiang..
Sedangkan peringatan 13 tahun gempa tsunami di Kabupaten Aceh Barat dipusatkan dengan kegiatan zikir dan doa bersama serta penyantunan anak yatim di Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh.