sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemerintah dinilai gagal cari solusi pendidikan saat pandemi

Tingginya angka putus sekolah menjadi salah satu problem saat pandemi Covid-19.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Sabtu, 01 Mei 2021 14:32 WIB
Pemerintah dinilai gagal cari solusi pendidikan saat pandemi

Pandemi Covid-19 menyebabkan peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Hal ini pun berdampak terhadap lonjakan angka anak putus sekolah di dalam negeri.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, terjadi angka putus sekolah karena menikah sebanyak 119 kasus sepanjang 2020. Selain itu, terdapat 21 kasus karena menunggak sumbangan pokok pendidikan (SPP).

"Sedangkan pada Januari-Maret 2021, ada 33 kasus anak putus sekolah karena menikah, 2 kasus karena bekerja, 12 kasus karena menunggak SPP. dan 2 kasus karena kecanduan gadget sehingga harus menjalani perawatan dalam jangka panjang," ujar Komisioner KPAI, Retno Listyarti, dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/5).

Berdasarkan sejumlah catatan KPAI hasil pengawasan, survei, kajian tentang penyelenggaraan pendidikan, dan berbagai kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19, ditemukan beberapa hal. Pertama, kebijakan belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) menuai masalah dan tidak juga dapat dicarikan solusinya oleh pemerintah pusat ataupun daerah, meskipun berbagai langkah guna mengatasinya sudah dibuat.

KPAI menilai, solusi seperti kebijakan panduan PJJ, bantuan kuota internet, kurikulum khusus dalam situasi darurat, standar penilaian di masa pandemi, dan melakukan 3 kali relaksasi terhadap SKB 4 Menteri tentang Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di masa pandemi dianggap tidak efektif. 

"BDR atau PJJ terlalu bertumpu pada internet, akibatnya sejumlah kendala pembelajaran daring terjadi karena keragaman kondisi keluarga peserta didik, keragaman kondisi daerah seluruh Indonesia; dan kesenjangan digital yang begitu lebar antardaerah di Indonesia," papar Retno.

Anak-anak dari keluarga kaya cenderung terlayani PJJ secara daring, sedangkan dari kaum papa kurang terlayani bahkan banyak yang sama sekali tak terlayani. Ini berdampak kemudian dengan angka putus sekolah.

Lalu, tidak pernah ada pemetaan kesenjangan kemampuan digital dan ekonomi antara anak-anak di pedesaan dengan di perkotaan, antara dari keluarga miskin dengan keluarga kaya. Padahal, PJJ sangat dipengaruhi faktor peranan orang tua peserta didik dalam mendampingi selama proses belajar daring dan kebutuhan akan alat komunikasi, seperti laptop dan telepon genggam.

Sponsored

KPAI juga berpendapat, tidak ada pemetaan variasi PJJ yang dibangun bersama antara guru, siswa, dan orang tua. Sistem pembelajaran seperti apa yang tepat atau sesuai kondisi anak dari segi ekonomi keluarga, ketiadaan alat daring, ketidakstabilan sinyal, dan kondisi orang tua yang bekerja, misalnya.

Tanpa memperhatikan hal itu, KPAI menilai, bantuan kuota internet yang diberikan pemerintah hingga Rp7 triliun praktiknya hanya akan mubazir dan tidak mampu mengatasi masalah pembelajaran anak-anak dari keluarga miskin yang tak memiliki gawai. 

Selain itu, banyak anak kelas XII yang lulus tahun ini menunda kuliah karena sedang masa pandemi. Hal tersebut memunculkan potensi bertambahnya pengangguran, meningkatkan angka perkawinan anak, dan pekerja anak.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid