Putusan PN Jakpus soal nikah beda agama dinilai tabrak konstitusi
Aturan tentang pernikahan ini juga diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan.

Anggota Komisi VIII DPR, Surahman Hidayat, berpendapat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tidak taat konstitusi lantaran mengizinkan pernikahan beda agama. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak uji materi (judicial review) terkait hal ini.
"Para hakim [PN Jakpus] harusnya merujuk kepada ketentuan UUD 1945 dan putusan MK yang sudah menolak judicial review untuk membolehkan perkawinan beda agama," katanya dalam keterangannya.
Ia menerangkan, Islam sudah mengatur tentang perkawinan beda agama. Misalnya, muslimah dilarang menikah dengan laki-laki non-Islam.
Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Isinya, perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
"Kalau ada hakim yang menikahkan seorang muslim dan/atau muslimah dengan orang yang berbeda agama dengannya, maka berarti hakim tersebut telah melanggar UU, jelas menyelisihi konstitusi. Konstitusi menegaskan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa [sehingga] religiositas menjadi payung dan prinsip dalam mengambil keputusan," tuturnya.
Menurut Surahman, mestinya para hakim tidak melihat penjelasan secara tekstual dan sepotong. Namun, merujuk pada penafsiran original intent agar memahami teks UU secara utuh.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun mendorong Mahkamah Agung (MA) mendisiplinkan para hakim agar mengoreksi keputusan tersebut. Harapannya, tidak lagi membuat keputusan yang menabrak konstitusi.
"Dengan demikian, akan terjaga harmoni sosial di tengah masyarakat plural agama. Bahkan, para hakim bisa menjadi contoh yang baik dalam sikap taat hukum dan konstitusi dan menjadi pembelajaran yang baik bagi rakyat," ucapnya.
Diketahui, PN Jakpus memutuskan pasangan beda agama boleh menikah. Dasarnya, diperkenankan dalam UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan mempertimbangkan alasan sosiologis atau keberagaman masyarakat.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Mewujudkan e-commerce inklusif bagi penyandang disabilitas
Kamis, 30 Nov 2023 16:09 WIB
Potret kebijakan stunting dan pertaruhan Indonesia Emas 2045
Senin, 27 Nov 2023 16:01 WIB