sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sedang melihat-lihat, petani Majalengka dipolisikan Perhutani

Meme dituduh melakukan pengerusakan 2.800 pohon jenis kayu putih.

Rizki Febianto
Rizki Febianto Rabu, 22 Jan 2020 05:18 WIB
Sedang melihat-lihat, petani Majalengka dipolisikan Perhutani

Meme, seorang petani dari Serikat Petani Majalengka (SPM) diduga mengalami tindakan kriminalisasi. Ia dipanggil oleh Kepolisian Resort (Polres) Majalengka pada Senin (20/1), terkait laporan pengerusakan 2.800 pohon jenis kayu putih milik Perhutani di Blok Iplik, Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Jawa Barat.

Meme dituduh melanggar pasal 1 butir 5, pasal 5 dan pasal 102 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) karena dianggap melakukan tindak pidana pengerusakan. 

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai tuduhan yang dilayangkan Perhutani tidak berdasar, karena bertolak belakang dengan apa yang terjadi di lapangan. Apalagi, kata dia, wilayah garapan Meme secara administratif berada di Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, bukan di wilayah Perhutani.

"Menurut pengakuan korban, peristiwa ini bermula saat para mandor dan mantri Perhutani mendatangai lahan garapannya pada 20 Desember 2019. Ia (Meme) melihat mereka membawa beberapa potongan kayu putih yang tidak diketahui asalnya," jelas Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (21/1).

"Kemudian pihak perusahaan menaruh di beberapa lokasi sembari memotret potongan kayu tadi. Penasaran dengan aktivitas itu, ia (Meme) coba mendekati. Namun saat sampai di sana, ia malah balik ditanya dan dituduh perihal keberadaan kayu putih itu. Ujungnya, beberapa waktu kemudian, Meme mendapat surat panggilan dari Polres terkait laporan Perhutani," tambah Dewi. 

Dewi menilai tindakan Perhutani tersebut merupakan strategi untuk mengintimidasi dan meneror para petani penggarap SPM. Pasalnya, sambung Dewi, hal ini sudah terjadi berulangkali.

Sebelumnya, pada tahun 2017, tiga orang petani SPM juga dilaporkan dengan tuduhan yang sama. Peristiwa kriminalisasi yang terus berulang ini, dianggap Dewi sebagai imbas dari ketidakjelasan tata batas antara wilayah hutan dengan pemukiman atau tanah garapan masyarakat. Hasilnya, ada puluhan ribu desa yang diklaim masuk kawasan hutan. 

"Di Pulau Jawa, situasi semacam ini dimanfaatkan Perhutani untuk terus memperluas dan merampas tanah masyarakat. Belum lagi, perlakuan para mandor dan mantri yang seringkali memeras para petani dengan cara menagih pajak kepada petani penggarap secara sepihak," ujar Dewi. 

Sponsored

Dari pendataan KPA melalui Lokasi Prioritas Reforma Agrarida (LPRA), dinemukan 74 pemukiman di 20 kabupaten dari Banten hingga Jawa Timur dengan luasan 42.041,52 hektare berkonflik dengan Perhutani. Akibatnya, sekitar 46.112 Rumah Tangga Petani (RTP) setiap hari terancam oleh intimidasi dan teror yang dilakukan Perhutani.

Klaim sepihak ini dinilai KPA sejatinya melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34/PUU-IX/2011, karena pihak Perhutani telah menetapkan batas wilayah hutan negara/adat secara sepihak.

Atas dasar tersebut, KPA menuntut Perhutani Majalengka dan Polres Majalengka untuk segera mencabut dan menghentikan laporan tersebut. KPA juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengevaluasi wilayah konsesi dan penguasaan Perhutani di Jawa.

"Hentikan semua praktek kriminalisasi terhadap seluruh petani dan aktivis agraria yang tengah memperjuangkan hak atas tanah mereka. Lalu pemerintah segera menjalankan penyelesaiankan konflik agraria melalui pelepasan kawasan hutan di Pulau Jawa," tutup Dewi. 

Berita Lainnya
×
tekid