sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Serikat-serikat guru minta Nadiem di-reshuffle

Pergunu menilai Nadiem tidak memiliki keberhasilan dan terobosan saat memimpin Kemendikbud.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Sabtu, 25 Jul 2020 19:21 WIB
Serikat-serikat guru minta Nadiem di-reshuffle

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, dianggap layak dicopot (reshuffle) dari Kabinet Indonesia Maju. Alasannya, tidak membuat terobosan dan belum keberhasilannya belum terlihat.

"Apa yang dilakukan Mas Menteri di sini? Apa yang baru? Apa keberhasilannya? Maka, sangat pantaslah me-reshuffle Mendikbud ini," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Achmad Zuhri, dalam webinar, Sabtu (25/7).

Menurutnya, kegagalan Nadiem memimpin Kemendikbud tecermin dari berbagai peristiwa yang terjadi dan kebijakan yang diambilnya. Karut-marut penerimaan peserta didik baru (PPDB) daring (online) karut-marut, tak mengawal nasib guru swasta/honorer, Progam Organisasi Penggerak (POP) sarat konflik kepentingan, hingga buruknya komunikasi dengan berbagai organisasi profesi guru, misalnya.

Menurut Zuhri, kebijakan POP Nadiem malah melukai para penggiat pendidikan dan merusak ekosistem karena menodai kebersamaan. "(Ini) preseden buruk bagi dunia pendidikan kita."

Tak sekadar itu. Pun disebut menggambarkan ketidaktahuan Nadiem terkait sejarah pergerakan di ranah pendidikan.

Karenanya, keluarnya Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, dan Persatuan Guru RI (PGRI) menarik diri dari POP diyakini berpengaruh besar terhadap kinerja Kemendikbud ke depannya.

"Mau ngapain dia? Saya kira, ini 'tamparan' betul. Harus sadar betul, bahwa ini tidak beres," tegasnya.

Dirinya lantas menganjurkan dana POP dialihkan pada kebijakan yang membantu guru terdampak pandemi coronavirus baru (Covid-19). Pangkalnya, tenaga pendidik dituntut pembelajaran jarak jauh, tetapi tidak diberikan kuota internet sebagai penunjang.

Sponsored

Pergunu juga berpendapat, Nadiem tidak mengerti substansi masalah guru. Keputusannya justru cenderung distorsi, seperti gagal menangkap pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait persoalan pendidikan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Pendiri perusahaan rintisan Gojek itu dianggap hanya melihat persoalan pendidikan di daerah-daerah pelosok dari kacamata Jakarta.

"Kebijakan Nadiem ini apa? Malah menyengsarakan. (Silakan) ke Papua biar lihat betul kondisi di lapangan, real-nya seperti apa. Bicara PJJ dipatenkan, tetapi nyatanya pendidikan kita tertinggal. Nadiem hanya mendengar, tidak turun ke bawah, ke daerah pelosok-pelosok," tutur Zuhri.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim berpendapat, Nadiem masih mencari pola dalam mengembangkan kompetensi guru. Sayangnya, kemungkinan bakal menghabiskan sisa masa jabatanya sebagai menteri. Ketika muncul pejabat baru, kebijakan tersebut akan diubah.

"Kita melihat bahwa, Pak Jokowi harus didesak untuk mengevaluasi secara total. Kalaupun kemudian harus menteri. Janganlah Mas Nadiem ditaruh di Kemendikbud. Janganlah pendidikan kita yang dikorbankan," tutupnya.

Berita Lainnya
×
tekid