sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Suap imigrasi, Direktur Wisata Bahagia segera diadili

Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) telah melimpahkan berkas perkara Direktur PT Wisata Bahagia Indonesia (WBI) ke tahap penuntutan.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 31 Jul 2019 23:05 WIB
Suap imigrasi, Direktur Wisata Bahagia segera diadili

Liliana Hidayat, tersangka kasus suap penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019, akan segera diadili. Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) telah melimpahkan berkas perkara Direktur PT Wisata Bahagia Indonesia (WBI) sekaligus pengelola Wyndham Sundancer Lombok itu ke tahap penuntutan. 

"Hari ini dilakukan pelimpahan berkas, barang bukti, dan tersangka LIL (Liliana Hidayat) ke penuntutan,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta Rabu, (31/7).

Febri menjelaskan, rencananya sidang akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Mataram, Nusa Tenggara Barat. Dalam menangani perkara ini, kata Febri, setidaknya tim penyidik KPK telah memeriksa sebanyak 45 saksi.

Para saksi tersebut terdiri atas Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Penyidik PNS Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Penelaah Data Keimigrasian/PNS Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram, Direktur PT Wisata Bahagia Indonesia serta sejumlah saksi lainnya.

Juga KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yakni Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie dan Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Yusriansyah Fazrin. Mereka ditetapkan tersangka setelah terjaring operasi senyap pada Senin (27/5) hingga Selasa (28/5) dini hari.

Perkara ini bermula saat penyidik PNS Imigrasi Klas I Mataram tengah menyelidiki dua orang warga negara asing (WNA) yang diduga menyalahgunakan izin tinggal. Diduga, para WNA itu menggunakan visa turis biasa untuk bekerja di Whyndam Sundancer Lombok.

Mengetahui hal itu, Liliana selaku Direktur PT WBI mencari cara agar pihak imigrasi tidak melanjutkan proses hukum kepada dua WNA tersebut. Kepala Seksi Inteldakim Kantor Imigrasi Klas I Mataram, Yusriansyah, kemudian meminta Liliana untuk mengambil Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk dua WNA itu.

Namun, KPK menduga waktu pengambilan SPDP itu  disalahgunakan untuk bernegosiasi antara pihak imigrasi dan Liliana soal nilai suap. Berdasarkan penyelidikan KPK, pihak imigrasi meminta kepada Liliana untuk menaikkan harga agar kasus dua WNA itu dihentikan. Awalnya Liliana menawarkan uang sebesar Rp300 juta, namun ditolak oleh Yusriansyah karena nilainya dianggap terlalu kecil. 

Sponsored

Kemudian, Yusriansyah berkoordinasi dengan atasannya yakni Kurniadie terkait penanganan tersebut. Akhirnya, mereka sepakat nilai uang untuk mengurus perkara dua WNA itu sebesar Rp1,2 miliar.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Liliana disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara pihak yang diduga menerima, Yusriansyah dan Kurniadie disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid