sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tanpa payung hukum, KPK tak bertaji di korupsi korporasi

Selama ini, KPK hanya bisa menindak korupsi yang menyeret pejabat pemerintah karena berkaitan dengan penggunaan uang negara.

Arif Kusuma Fadholy
Arif Kusuma Fadholy Rabu, 21 Feb 2018 20:54 WIB
Tanpa payung hukum, KPK tak bertaji di korupsi korporasi

Selama 2017 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap 102 pelaku rasuah yang terdiri dari pejabat dan pengusaha di Indonesia. Meski demikian, hingga kini, lembaga antirasuah belum bisa mengungkap korupsi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta dan tak melibatkan unsur pemerintahan. Alasannya, KPK masih terkendala payung hukum untuk mengungkap korupsi korporasi.

Hal berbeda terjadi di negara lain seperti Hongkong, Malaysia, dan Singapura. Di ketiga negara itu, 70% kasus korupsi justru dilakukan oleh swasta dengan swasta. Namun, mereka sudah memiliki kerangka hukum untuk melakukan penindakan.

"Kami menunggu perkembangan lebih lanjut, karena belum ada dasar hukumnya," kata Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (21/2).

Sejak KPK berdiri, Setiadi memastikan sudah lebih dari 180 pengusaha yang terseret kasus korupsi. Mereka berkongsi dengan pejabat dalam hal gratifikasi dan suap. Adapun perbedaan diantara keduanya ialah prosesnya. Jika gratifikasi dilakukan secara spontan, suap muncul setelah adanya perjanjian di antara kedua belah pihak terkait proyek, jabatan, mutasi, dan sebagainya.

Sponsored
 

Sementara pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan memaparkan perspektif korupsi ialah ketika muncul kerugian negara. Ia mengibaratkan proyek pengadaan layaknya proses jual-beli. Korupsi bisa muncul ketika penguasa berkongsi dengan pengusaha.

"Saat ada hubungannya dengan negara, itu wilayah publik. Swasta itu saingannya negeri. Kasus e-KTP itu kan ada swastanya juga," tandas Asep.

Berita Lainnya
×
tekid