sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Saat protokol kesehatan Covid-19 'tak laku' di pasar tradisional

"Hidup mati di tangan Tuhan. Tawakal aja saya. Kalau kondisi kurang sehat, ya, enggak dagang."

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Jumat, 19 Jun 2020 06:06 WIB
Saat protokol kesehatan Covid-19 'tak laku' di pasar tradisional

Azan subuh baru saja berkumandang tatkala Muhammad Hasan tuntas menata tumpukan kentang di lapak dagangannya di salah satu sudut di Blok VI Pasar Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (13/6) pagi itu. Dengan masker yang tergantung di leher, pria berusia 48 tahun itu memulai rutinitasnya.

Satu per satu pembeli ia ladeni. Lewat tawar-menawar yang terkadang alot, kentang-kentang di lapak Hasan beralih ke tangan para pengunjung pasar. Meski berulang kali berinteraksi dengan pembeli, tak sekali pun Hasan membenahi posisi maskernya supaya menutupi mulut dan hidung. 

"Karena terasa sesak kalau dipakai. Saya pakai (masker) kalau ada pemeriksaan aja dari petugas keamanan. Setelah itu, ya, lepas lagi," tutur Hasan saat berbincang dengan Alinea.id di sela-sela kesibukannya berjualan.

Pasar tradisional memang tetap boleh beroperasi selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan di Jakarta. Sebagaimana sektor-sektor usaha lainnya yang diizinkan beroperasi, pasar tradisional seharusnya wajib menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. 

Namun demikian, menurut Hasan, protokol kesehatan "tak laku" di Pasar Senen. "Emang enggak jalan," kata dia.

Terletak tepat di samping Terminal Senen, Pasar Senen memiliki luas sekira setengah lapangan bola. Ratusan pedagang memadati hampir setiap sudut pasar. Pada jam-jam ramai pembeli, pasar itu bisa sangat padat dan sumpek.

Tak seperti supermarket atau bahkan minimarket, tak ada penyanitasi tangan yang disediakan pengelola pasar. Di pintu-pintu masuk pasar pun tak terlihat petugas yang berjaga dengan thermal gun untuk memeriksa suhu tubuh pengunjung pasar.

Menurut Hasan, hampir mustahil pembeli dan pedagang bisa menjaga jarak di pasar itu. Meski tahu ada banyak kasus penyebaran Covid-19 di pasar "becek", Hasan mengaku hanya bisa pasrah. "Hidup mati di tangan Tuhan. Tawakal aja saya. Kalau kondisi kurang sehat, ya, enggak dagang," kata dia.  

Sponsored

Jika Hasan terkesan pasrah, Nasa justru lebih waspada setelah mendengar kabar banyak pedagang pasar tradisional yang terjangkit Covid-19. 

"Ya, jadi pinter-pinternya kita aja sih. Mau gimana lagi? Sebisa mungkin pokoknya kita jaga jarak," kata pria yang sehari-hari berjualan sayuran di Pasar Senen itu. 

Ia pun sepakat sulit untuk menerapkan protokol kesehatan di pasar tradisional. Karena itu, ia tidak heran kalau sejumlah pasar menjadi klaster penyebaran virus Covid-19. "Memang berisiko terjadi penularan Corona," imbuh dia. 

Bukan hanya para pedagang saja yang sadar akan bahaya terjangkit Covid-19 di pasar tradisional. Para pengunjung pun ternyata was-was setiap kali memasuki pasar. Salah satunya Heru Aldianto, 20 tahun. Heru saban hari berbelanja di Pasar Senen untuk kebutuhan usaha rumah makannya. 

"Dari jarak antar pedagang dan lorongnya saja sudah sangat sempit, lalu ditambah dengan mereka yang enggak mau masker," ujar Heru saat berbincang dengan Alinea.id

Heru berharap pihak berwenang segera memastikan protokol kesehatan dijalankan di Pasar Senen, terutama mewajibkan pedagang bermasker. "Jadi, masing-masing, baik kami dan pedagang, sama-sama enak pas belanja," ujarnya. 

Aktivitas jual beli di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (13/6). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Penghuni pasar yang tertular terus bertambah

Kondisi serupa juga terlihat di Pasar Cengkareng, Jakarta Barat. Di pasar itu, tak terlihat adanya upaya serius untuk mencegah penularan Covid-19. Banyak pedagang juga tak mengenakan masker saat berinteraksi dengan para pengunjung pasar. 

"Kalau saya, kadang pake, kadang enggak. Di sini mah aman-aman aja. Belum ada yang kena Corona," ujar Muhammad Soleh saat berbincang dengan Alinea.id di Pasar Cengkareng, Sabtu (13/6). 

Soleh hari-hari berjualan sayuran di pasar itu. Pria asal Pati, Jawa Tengah itu, juga mengaku tahu kabar soal para pedagang yang terjangkit Covid-19 di pasar-pasar tradisional. "Sudah ada kejadian di Pasar Cileungsi, Bogor," kata pria berusia 45 tahun tersebut. 

Jika dibandingkan, Pasar Cengkareng sebenarnya tak sepadat Pasar Senen. Terdapat jarak sekitar 1 meter antara lapak pedagang. Namun demikian, banyak pengunjung yang kerap membawa motor saat berbelanja dan "ngetem" di depan lapak. Alhasil, lorong pasar jadi terkesan sempit dan pembeli berjejalan.

"Kadang kita jadi enggak bisa menghindari kerumunan," kata Maisaroh, salah satu pengunjung tetap Pasar Cengkareng, saat berbincang dengan Alinea.id.  

Suasana Pasar Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (13/6) pagi. Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Bahaya Covid-19 di pasar tradisional bukan sekadar isapan jempol. Menurut catatan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), ada 573 pedagang dan keluarganya yang positif Covid-19 hingga Selasa (16/6) lalu. Sebanyak 32 orang di antaranya meninggal.

Ketua DPP IKAPPI Dimas Hermadiyansyah mengatakan, angka itu diperoleh dari laporan 110 pasar anggota IKAPPI. "Data sebelumnya terjadi kasus positif Covid-19 di pasar sebanyak 529 orang dan meninggal sebanyak 29 orang," ujarnya kepada Alinea.id

Dimas mengatakan para pemangku kepentingan mesti bergerak cepat untuk memastikan pasar-pasar tradisional tak jadi klaster-klaster baru penyebaran Covid-19. Pasalnya, ada sekitar 12 juta pedagang yang potensial kehilangan mata pencaharian jika Covid-19 mewabah di pasar-pasar tradisional. 

"Kami berharap semua pihak, baik itu relawan, BUMN, Pemda, BUMD, organisasi masyarakat, kepemudaan, dan perusahaan swasta untuk bersama menyelamatkan pasar dari penyebaran Covid-19," ujar Dimas.

Menurut Dimas, saat ini IKAPPI tengah merumuskan strategi yang tepat untuk memastikan pasar tradisional terbebas dari Covid-19. Salah satunya lewat pengadaan masker dan penyanitasi tangan secara masif serta pemberlakuan ganjil-genap untuk para pedagang. 

Selain itu, Dimas juga berharap pemda atau pihak swasta mau mendanai rapid test atau tes swab (air liur) untuk para pedagang pasar. "Walaupun untuk melakukan ini tidak mudah lantaran banyak pedagang menolak," ujar Dimas.

Saat dikonfirmasi, Manajer Umum dan Humas Pasar Jaya, Gatra Vaganza mengakui tak semua pasar tradisional terjamah program-program pencegahan Covid-19 yang digelar pemerintah. Ia juga membenarkan banyak pedagang yang justru menolak tes Covid-19. 

"Sehingga perlu kami ingatkan bahwa pemeriksaan itu penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar tradisional," kata dia kepada Alinea.id di Jakarta, Selasa (16/6). 

Diakui dia, masih banyak pedagang yang bebal dan tak mau mematuhi protokol-protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19. "Itu yang sulit dan perlu komunikasi yang intens dengan pedagang," ujar Gatra.

Petugas medis dari tim gugus tugas Covid-19 melakukan pemeriksaan suhu tubuh sejumlah pedagang di Pasar Botania 2 Batam, Kepulauan Riau, Jumat (15/5). /Foto Antara

Pengawasan wajib diperketat

Kepala Ombudsman RI Perwakilan DKI Jakarta Teguh P Nugroho menilai upaya pemerintah tak maksimal dalam mencegah penyebaran Covid-19 di pasar tradisional. Menurut dia, saat ini belum ada pasar yang benar-benar serius menerapkan protokol kesehatan. 

Ia mencontohkan belum adanya marka atau garis pembatas pasar tradisional untuk menerapkan physical distancing. "Padahal, protokolnya sudah ada dan tinggal melaksanakan," kata Teguh kepada Alinea.id. 

Ihwal penjual dan pembeli yang membandel, Teguh meminta agar pengawasan diperketat, semisal dengan menambah personel yang bertugas menegakan protokol kesehatan di pasar. 

"Sekaligus menempatkan alat kesehatan dalam jarak tertentu, yang gratis dan selalu tersedia. Termasuk dengan perangkat peringatan seperti sirine sebagai penada waktu beroperasinya pasar," ujar Teguh. 

Solusi lainnya, lanjut Teguh, ialah dengan memilah pengunjung. "Seperti halnya di Kuala Lumpur, (Malaysia). Di sana, hanya kepala keluarga yang mendapat izin dari RT untuk berbelanja ke pasar," jelas dia. 

Koordinator Relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Andre Rahadian mengakui pasar-pasar tradisional berisiko menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Pasalnya, para penghuni pasar kerap masih menganggap enteng bahaya Covid-19.

"Solusinya sekarang dia pakai ganjil-genap. Jadi, lapak yang ganjil buka hari ini, besok tutup. Memang bakal ada pengurangan pendapatan, tetapi itu kan salah satu risiko yang harus diambil dalam situasi sekarang," ujarnya.

Tak hanya itu, menurut Andre, Gugus Tugas Covid-19 juga bakal meninjau pasar yang sekiranya bisa diperluas. Dengan begitu, physical distancing  dan protokol kesehatan lainnya bisa diterapkan di pasar tersebut. 

"Sekarang juga dipertimbangkan untuk diperbolehkan (berdagang di area) luar pasar, seperti parkiran atau bahkan pemindahan lapak kalau misalnya perlu," kata dia.

Sejalan dengan itu, Andre mengatakan, pemerintah juga bakal terus menggelar sosialisasi di pasar-pasar tradisional. Sasaran utamanya ialah pasar-pasar yang berada di zona merah alias rawan penyebaran Covid-19. 

Berita Lainnya
×
tekid