sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tiga pegawai Wijaya Karya dipanggil KPK

Mereka akan dimintai keterangan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan Jembatan Waterfront City di Kampar.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 03 Nov 2020 12:56 WIB
Tiga pegawai Wijaya Karya dipanggil KPK

Kepala Seksi Proyek Kecil, staf pada Quantity Surveyor PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau Wika, Bayu Cahya Saputra serta Bimo Laksono dan Ucok Jimmy yang berstatus pegawai perusahaan "pelat merah" tersebut dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (3/11). Ketiganya bakal dimintai keterangan sebagai saksi.

Keterangan mereka berkaitan dengan kasus dugaan rasuah pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan Jembatan Waterfront City pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar, Riau, tahun 2015-2016.

"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AN (Adnan selaku PPK Pembangunan Jembatan Waterfront, red)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, beberapa saat lalu.

Dalam rekam jejak pemeriksaan, ini bukan kali pertama Bayu, Bimo, dan Ucok dipanggil penyidik lembaga antisuap. Pasalnya, mereka pernah dimintai keterangan bersama saksi lain, yaitu Project Manager PT Wika, Didiet Hadianto dan staf Marketing PT Wika, Firjan Taufa, pada Kamis (15/10).

Saat itu, keterangan para saksi dikonfrontasi dan diusut pengetahuannya tentang dugaan pemberian sejumlah uang kepada para tersangka.

"Para saksi saling dikonfrontasi dan didalami pengetahuannya mengenai dugaan adanya pemberian sejumlah uang kepada dua tersangka dan pihak-pihak lainnya," ucap Ali.

Selain Adnan, Manajer Wilayah II sekaligus Manajer Divisi Operasi I PT WIka, I Ketut Suarbawa, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Rekonstruksi perkaranya, Pemkab Kampar mencanangkan beberapa proyek strategis, salah satunya pembangunan Jembatan Bangkinang–belakangan disebut Jembatan Waterfront City.

Sponsored

Pada pertengahan 2013, Adnan diduga mengadakan pertemuan di Jakarta dengan Suarbawa dan beberapa pihak lainnya. Dalam pertemuan itu, dirinya memerintahkan pemberian informasi tentang desain jembatan dan perhitungan biaya paket pekerjaan (engineers estimate).

Selanjutnya Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemkab Kampar mengumumkan lelang pembangunan Jembatan Waterfront City dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi pada 19 Agustus 2013. Lelang dimenangkan Wika.

Selanjutnya, penandatanganan kontrak pembangunan Jembatan Waterfront City senilai Rp15.198.470.500 pada Oktober 2013. Masa pekerjaan berlangsung hingga 20 Desember 2014.

Setelah kontrak, Adnan meminta pembuatan engineers estimate pembangunan Jembatan Waterfront City 2014 kepada konsultan dan Suarbawa meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan.

KPK menduga kerja sama Adnan dan Suarbawa tentang penetapan harga perkiraan sendiri (HPS) ini berlanjut pada tahun-tahun berikutnya hingga pelaksanaan pembangunan Jembatan Waterfront City tahun jamak dibiayai APBD 2015, APBD-P 2015, dan APBD 2016.

Atas perbuatannya, Adnan diduga menerima uang sekitar Rp1 miliar atau 1% dari nilai kontrak. Diterka juga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum oleh para tersangka. Akibatnya, negara ditaksir merugi Rp50 miliar dari nilai proyek 2015 dan 2016 sebesar Rp117,68 miliar.

Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid