sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tim penyidik kasus suap PAW DPR diganti, KPK: Itu hal biasa

KPK sebut perpindahan tugas tersebut merupakan bagian dari manajemen penanganan perkara.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 20 Jan 2020 13:52 WIB
Tim penyidik kasus suap PAW DPR diganti, KPK: Itu hal biasa

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan kabar tim penyidik yang menangani kasus dugaan suap penetapan anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) telah dirombak. Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri menganggap, pergantian tim penyidik dalam mengusut sebuah perkara adalah wajar.

"Hal biasa jika penyidik maupun penuntut umum yang terlibat dalam penyelidikan kegiatan tangkap tangan, nantinya bukan sebagai penyidik maupun penuntut dalam perkara tersebut," kata Ali, saat dikonfirmasi Alinea.id, Senin (20/1).

Perpindahan tugas tersebut merupakan bagian dari manajemen penanganan perkara. "Ini merupakan bagian dari manajemen penanganan perkara, salah satunya mempertimbangkan beban perkara yang sedang ditangani tim terkait," tutur dia.

Menurut hemat Ali, masa tugas penyelidik dan penyidik didasarkan pada surat perintah dalam tahapan penanganan perkara. Surat itu, berupa surat perintah penyelidikan (Sprilindik) dan surat perintah penyidikan (Spridik).

"Pada prinsipnya, tim satgas yang melakukan penyelidikan berakhir masa tugasnya setelah gelar perkara dan kemudian kasusnya ditingkatkan ke penyidikan. Tugas selanjutnya adalah pemberkasan perkara yang dilakukan satgas penyidik. Personel bisa dari satgas yang berbeda," tutur dia.

Dalam perkara itu, KPK telah menjerat tiga kader partai PDIP sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap peralihan anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Ketiganya ialah Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, dan Harun Masiku.

Ketiganya berupaya melakukan praktik lancung lantaran menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Agustiani dan Saeful, diduga melobi Wahyu untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW.

Wahyu diduga meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuan tersebut. Permintaan itu, dipenuhi oleh Harun. Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni, pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.

Sponsored

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut, diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Pemberian kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful, melalui staf di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin. 

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.

Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustiani. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid