sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Vaksinasi gotong royong bisa patahkan prediksi The Economist

The Economist prediksi vaksinasi Indonesia molor hingga 2023

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 23 Feb 2021 15:59 WIB
Vaksinasi gotong royong bisa patahkan prediksi The Economist

Peneliti lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah menilai vaksinasi gotong royong akan mempercepat proses kekebalan komunitas atau herd immunity.

Untuk itu, prediksi laporan The Economist Intelligence Unit bahwa Indonesia sebagai negara middle income  baru bisa menyelesaikan distribusi vaksin Covid-19 hingga 60% populasi pada kuartal III 2023, akan terbantahkan. Sebelumnya, The Economist menempatkan Indonesia masuk daftar negara yang baru akan berhasil memvaksin 60-70% pada rakyatnya pada 2023.

"Mungkin dengan ada vaksin gotong royong, itu bisa mempercepat ya availablelitas dari vaksin itu, sehingga tidak di 2023, tetapi di 2022," kata Rusli, dalam webinar "Menyongsong Vaksin Gotong Royong," Selasa (23/2).

Kendati demikian, Rusli menilai pemangku kewenangan perlu memerhatikan berbagai hal agar proses vaksin gotong royong berjalan lancar. Terutama, kata dia, harus memastikan narasi vaksin gotong royong tidak gugurkan vaksinasi gratis.

"Itu perlu dicamkan ya. Saya bayangkan begini, ada perbincangan begini, wah kamu bekerja di PT A sudah dapat vaksin. Saya sebagai pedagang warteg tidak divaksin. Ini bagaimana? Nah kalau ini narasi yang besar di medsos, tentunya proses pemulihan ekonomi atau pemulihan kesehatan akan terhambat," terang Rusli.

Terlepas dari itu, Rusli mengapresiasi para pengusaha yang telah inisiatif untuk adakan vaksinasi mandiri.

"Dan saya kira perusahaan kan untung ya kalau mereka bisa founding publik secara maksimal untuk menghasilkan produk yang diproduksi. Jadi, sisi perusahaan juga untungkan, dari sisi ekonomi pekerja juga bekerja ya secara full, yang mungkin sebelumnya bekerja 20 hari," pungkasnya.

Sebelumnya, rencana vaksinasi gotong royong tersebut menuai polemik karena dinilai berpotensi mencederai asas keadilan jaminan kesehatan masyarakat yang harus dipenuhi pemerintah.

Sponsored

"(Vaksinasi mandiri) juga berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat sebagai penerima vaksin. Jangan sampai ada kesan pemerintah meninggalkan masyarakat miskin yang tidak mampu membayar vaksin," ujar Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, dihubungi Alinea.id, Jumat (19/2).

Bagi Netty, rencana vaksinasi gotong royong belum dapat dilaksanakan. Sebab, dia merasa belum ada payung hukum yang mengatur tentang vaksin mandiri hingga saat ini, di samping proses pengadaannya dapat dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan Perpres Nomor 99 tahun 2020.

Perpres itu, kata Netty, memberi ruang pengadaan vaksin, termasuk jenis dan jumlahnya, melalui penunjukan langsung badan usaha penyedia, bahkan melalui kerja sama dengan lembaga/badan internasional dengan persetujuan Menteri Kesehatan.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu selanjutnya menyarankan pemerintah dapat fokus menjalani dan menyelesaikan program vaksinasi secara gratis.

"Fokus saja pada target, sasaran dan strategi yang dibuat agar kinerja Kemenkes dalam program vaksinasi ini terukur dengan jelas," papar dia.

Berita Lainnya
×
tekid