sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bedah gesture kandidat: Pertarungan emblem Sandi vs Mar'uf

Sandiaga dan Ma'ruf menampilkan simbol-simbol verbal dan nonverbal yang punya makna khusus.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Senin, 18 Mar 2019 07:22 WIB
Bedah gesture kandidat: Pertarungan emblem Sandi vs Mar'uf

Tak seperti debat kedua antara Prabowo dan Jokowi, debat ketiga Pilpres 2019 yang mempertemukan calon wakil presiden Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno minim ekspresi wajah yang menarik. Namun demikian, pakar gesture Monica Kumalasari menilai debat kali ini kaya dengan simbolisasi bahasa tubuh dan gaya verbal (verbal style). 

"Nah, strata yang paling tinggi atau emblem. Emblem kan sebuah lambang. Nah, contohnya? Ini memang gaya bahasa yang diintensikan atau dimaksudkan sengaja diciptakan untuk menciptakan kesan kepada lawan atau audiensinya," ujar Monica saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Minggu (17/3). 

Dalam studi bahasa tubuh, Monica menjelaskan ada tiga strata. Yang pertama, bahasa tubuh manipulatif. Kedua, bahasa tubuh ilustratif. Terakhir, bahasa tubuh yang menunjukkan emblem-emblem atau simbolisasi makna. 

"Yang paling bawah itu manipulatif. Itu bisa disebut tapi tidak terlalu penting. Contohnya gaya Sandiaga betulin jas dari mau ngomong, dari duduk, banyak sekali dia benerin jas, benerin kancing. Nah, hipotesisnya mungkin kita sebut gerah atau mungkin jas kesempitan," jelas dia.

Pada bahasa tubuh ilustratif, menurut Monica, Sandi unggul. Hal itu terlihat sejak awal hingga penghujung debat. Sandi memegang pelantang dengan tangan kanan dan tangan kiri bergerak leluasa menggambarkan sesuatu. Sedangkan Ma'ruf, tangannya terlihat kaku memegang pelantang di awal debat. 

"Cuma megangin mik. Tapi di akhir dia (Ma'ruf) lebih rileks dan juga pakai (bahasa tubuh) ilustratif ini dengan menggambarkan sesuatu atau menekankan sesuatu. Jadi kita melihat, 'Oh, di awalnya (Ma'ruf) grogi'," ujar Monica. 

Yang paling menarik, lanjut Monica, adalah pertarungan bahasa simbol kedua kandidat. "Misalkan gerakan OK Oce. Dia (Sandiaga) selalu menggerakkan tangan. Dia selalu gitu (membentuk huruf O dan C dengan jari-jari tangan) tuh OK Oce," katanya. 

Sandiaga juga memunculkan emblem baru, baik via bahasa tubuh maupun ucapan verbal, di debat kali ini. Sandiaga terekam beberapa kali  berjanji menggaungkan gerakan 22 menit olahraga di seluruh Indonesia jika Prabowo-Sandi sukses memenangi Pilpres 2019. 

Sponsored

Menurut Monica, angka 22 menit itu terkesan janggal. Pasalnya, sesuai anjuran World Health Organization (WHO), olahraga yang baik itu idealnya 150 menit per pekan atau 30 menit per hari. "Nah, sehingga yang dia katakan 22 menit tadi tidak memenuhi standar," ujarnya. 

Saat menyebut angka 22, tangan Sandiaga terlihat membentuk angka 2 yang agak dimiringkan. "Supaya dia punya emblemnya karena dia paslon nomor urut 02," jelas pakar gesture yang mengantongi lisensi dari Paul Ekman itu. 

Emblem lainnya tersirat dari penyebutan program kerja 200 hari kerja Prabowo-Sandi. Di debat, Sandi berjanji akan menuntaskan persoalan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam 200 hari kerja. 

"Dasarnya apa? Karena ingin menciptakan emblem angka 2. Padahal biasanya kan 100 hari kerja. Ini semua dimaksudkan memang menimbulkan kesan dari si audiensnya, angka 2. Jadi ibaratnya pilihlah 2," jelasnya. 

Di sisi lain, emblem verbal juga diciptakan lawan Sandi. Beberapa kali, Ma'ruf terekam mengucapkan diksi 10 years challenge. Menurut Monica, diksi itu secara spesifik diucapkan untuk 'merayu' kalangan milenial. "Karena kita lihat di medsos muncul (tagar) 10 years challenge," ujarnya.  

Seperti yang dilakukan Jokowi pada debat kedua, Ma'ruf juga beberapa kali menyinggung keberadaan unicorn atau bisnis start up dengan valuasi lebih dari US$1 miliar. "Ma'ruf sudah bisa menyebutkan start up unicorn dan decacorn. Masih dibahas juga yang itu (untuk menggaet suara milenial)," kata dia. 

Metafora dan 'me theory'

Lebih jauh, Monica juga menyoroti Sandiaga yang kerap mengunakan metafora dan 'me theory' dalam pembahasan. Metafora misalnya digunakan saat menyebut nama Ibu Lis, ananda Salsabila dari Pamekasan dan pertemuan Bung Karno dengan Menteri Pertahanan AS pada 1961.

"Kalau diceritakan mengenai metafora, maka orang akan lebih banyak bervisualisasi. Seseorang akan lebih terbuka. Fine-fine saja memang untuk membuat menarik hati pemirsa," katanya. 

Terkait me theory, Monica mengatakan hal itu terlihat saat Sandiaga menyebutkan rentetan pengalaman hidunya dalam debat, mulai dari kesehariannya berolahraga 22 menit setiap hari, kisahnya saat menjadi pengangguran, hingga cerita istrinya ketika melahirkan si bungsu. 

"Juga tentang ibu, paman dan kakaknya dari latar belakang pendidik saat bicara soal pendidikan. Sandi banyak pakai me theory. Selalu pakai teori dia. Apa yang dia alami dijadikan generalisasi," jelas Monica. 

Ekspresi kandidat

Satu-satunya ekspresi wajah para kandidat yang paling menarik ditunjukkan Ma'ruf ketika berdebat ihwal stunting dengan Sandiaga. Menurut Monica, dua ujung bibir Ma'ruf terlihat turun ke bawah saat menunggu jawaban Sandiaga terkait stunting. 

"Itu adalah ekspresi sedih sebetulnya. Artinya mungkin dia sedih kelihatan mbok lu dijelasin kayak gini. Ini hipotesisnya kok enggak ngerti-ngerti mengenai si stunting ini, gitu. Nah, itu kelihatan banget. Padahal, kan di dalam konteks yang lain beliau banyak smile," ujar Monica. 

Di sisi lain, menurut Monica, Sandiaga tidak menunjukkan ekspresi yang menganggap remeh lawan debatnya sepanjang debatnya. Sebagaimana janjinya sebelum debat, Sandiaga tampak menunjukkan gesture dan ekspresi-ekspresi wajah menghormati Ma'ruf. 

Ekspresi itu, kata Monica, tidak akan merugikan Sandi. "Justru membuat orang-orang appreciate bahwa dia bisa berlaku santun kepada yang lebih tua. Itu sengaja atau tidak memang dia menunjukkan seperti. Kalau disengaja pun itu adalah benefit dari dia," ujar dia. 
 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid