sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Debat perdana dan lunturnya citra gemoy Prabowo 

Prabowo yang tampil emosional dinilai tak sejalan dengan citra gemoy yang ia bangun di kalangan milenial dan gen Z.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 14 Des 2023 15:44 WIB
Debat perdana dan lunturnya citra gemoy Prabowo 

Calon presiden (capres) Prabowo Subianto seolah menjadi musuh bersama bagi capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo di debat perdana Pilpres 2024 yang dihelat di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/12) lalu. Di sejumlah sesi debat, Ganjar dan Anies berulang kali kompak menyerang Prabowo. 

Peluru pertama meluncur dari Anies sejak debat dimulai. Saat menyampaikan visi-misi terkait topik, Anies tak lupa menyinggung skandal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai pendamping Prabowo. 

"Ada satu orang milenial bisa menjadi calon wakil presiden, tetapi ada ribuan milenial, generasi Z, yang peduli pada anak-anak bangsa, yang peduli pada mereka yang termarjinalkan. Ketika mereka mengungkapkan pendapat, ketika mereka mengkritik pemerintah, justru sering dihadapi dengan kekerasan, dihadapi dengan benturan, dan bahkan gas air mata,” ujar Anies.

Seolah tak mau kehilangan panggung, Ganjar juga buru-buru menyinggung soal putusan MK itu di segmen awal debat. Ketika itu, para kandidat sebenarnya hanya diperkenankan saling menanggapi. "Saya terpaksa harus bertanya. Apa komentar Pak Prabowo terhadap putusan MK?" ujar Ganjar. 

Prabowo berdalih rakyat yang akan jadi pengadil benar atau tidaknya skandal tersebut. "Tanggal 14 Februari rakyat ambil keputusan, kalau kami tidak benar, rakyat yang menghukum kami," ujar Prabowo.

Ketika itu, Prabowo sudah mulai terpantik emosinya. Intonasi suaranya naik. "Mas Ganjar, kita tahulah bagaimana prosesnya. Yang intervensi siapa? Yang intervensi siapa, ya? Tapi, intinya adalah kita tegakkan konstitusi," kata Prabowo. 

Di sesi tanya jawab antar kandidat, giliran Anies yang menanyakan sikap Prabowo terhadap putusan MK itu. Pasalnya, Majelis Kehormatan MK sudah memutuskan bahwa putusan MK itu mengandung cacat etik yang serius. 

Prabowo berdalih sudah berdiskusi dengan tim hukumnya soal skandal putusan MK. "Kita ini bukan anak kecil, Mas Anies. Anda juga paham. Sekarang begini. Intinya, rakyat yang menilai. Kalau rakyat tak suka Prabowo-Gibran, tidak usah pilih kami," cetus Prabowo. 

Sponsored

Pernyataan emosional juga meluncur dari mulut Prabowo saat menanggapi jawaban Anies terkait buruknya persepsi publik terhadap partai politik. Ketika itu, Anies menyinggung peran oposisi yang lemah sehingga memperburuk kualitas demokrasi di Indonesia. 

Prabowo menyebut Anies berlebihan. Ia lantas menyinggung bagaimana Anies sukses menjadi Gubernur DKI Jakarta lantaran disokong Partai Gerindra lewat proses yang demokratis. Ada peran parpol oposisi di situ. 

"Mas Anies, Mas Anies. Anda itu berlebihan. Jika oposisi ditekan oleh Jokowi, kalau Jokowi itu otoriter, Anda tidak mungkin jadi Gubernur DKI. Anda ingat, saya yang membawa Anda jadi gubernur," ucap Prabowo.

Anies menyerang balik dengan menyebut Prabowo tak tahan berlama-lama jadi oposisi. Ia bahkan mengungkap salah satu pembicaraannya dengan Prabowo. Menurut Anies, Prabowo tak betah jadi oposisi lantaran bisnisnya tak bisa berkembang. 

Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyebut penampilan emosional Prabowo di debat perdana itu melunturkan citra gemoy yang selama ini dibangun kubu paslon nomor urut 02. Menurut Emrus, Prabowo menunjukkan karakter aslinya sebagai calon pemimpin. 

"Terlihat ada ketidaksinkronan antara branding gemoy dengan perilaku kemarin ketika debat. Perangai Prabowo semalam mengonfirmasi bahwa itu (karakter emosional) aslinya dia sebelum muncul citra gemoy," kata Emrus kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (13/12).

Gemoy berarti menggemaskan. Julukan itu lekat pada Prabowo karena kerap spontan berjoget atau menari ketika menghadapi keadaan "sulit". Salah satu aksi joget yang viral ialah saat Prabowo berhadapan dengan jurnalis Najwa Shihab dalam adu gagasan ala Mata Najwa di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pertengahan September lalu.

Citra Prabowo sebagai sosok yang menggemaskan tak muncul di Pilpres 2019. Ketika itu, Prabowo dikenal publik sebagai sosok yang tegas dan cenderung emosional. Dalam salah satu momen kampanye, Prabowo bahkan pernah terekam menggebrak podium saat sedang berorasi. 

"Strategi (branding gemoy) ini gagal. Padahal, aslinya bukan begitu (menggemaskan). Harusnya, menurut saya, pencitraan itu harus sejalan dengan perilaku sehari-hari dia. Sehingga, (tidak) terlihat kontradiktif," ucap Emrus. 

Emrus memperhatikan perseteruan Prabowo dengan Anies pada sesi itu. Secara khusus, ia menyinggung momen saat Prabowo mulai menanggapi dengan sapaan Mas Anies. Menurut Emrus ada kesan Prabowo meremehkan Anies karena merasa berjasa besar dalam perjalanan karier politik Anies. 

"Dalam perdebatan itu kan terucap kata, 'Mas Anies, Mas Anies!' Itu memiliki makna superior. Pada forum perdebatan formal apa pun, latar belakang itu harus egaliter dan tidak boleh (kandidat) itu memposisikan superior dibanding orang lain," ucap Emrus. 

Tak hanya ketika berdebat dengan Anies, emosi Prabowo juga sempat terpantik saat menanggapi pertanyaan Ganjar soal dugaan terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Prabowo berdalih serangan semacam itu hanya dipakai lawan politik untuk menjatuhkan pamornya. 

Emrus meyakini terkuaknya sisi emosional Prabowo di debat perdana bakal punya dampak elektoral "Menurut saya, itu (performa debat Prabowo) tidak akan direspons positif, dari sisi persepsi publik," ucap Emrus.

Analis politik Citra Institute, Yusak Farchan menganggap wajar jika Prabowo mengungkit jasa Gerindra kepada Anies. Menurut dia, argumentasi Prabowo ketika itu masih sesuai dengan topik yang diperdebatkan para kandidat. 

Ia melihat Prabowo ingin menekankan bahwa sistem demokrasi saat ini masih memberikan ruang oposisi untuk memenangkan pertarungan politik elektoral. Itulah kenapa Anies bisa memenangi kontestasi Pilgub 2017 meskipun melawan kandidat petahana yang didukung Jokowi. 

"Saya kira Pak Prabowo tidak keluar konteks karena cakupan demokrasi sangat luas, termasuk soal rekrutmen kepemimpinan politik dalam pilkada. Jika demokrasi tidak bekerja, rasanya sulit bagi oposisi seperti Gerindra dan Pak Anies dulu untuk menang di Pilkada DKI 2017," ucap Yusak.

 

Berita Lainnya
×
tekid