Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkap indikasi kecurangan dalam penyusunan akreditasi sekolah di berbagai daerah. Dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang dirilis KPK baru-baru ini, sebanyak 22,13% satuan pendidikan terindikasi melakukan kecurangan dalam akreditasi sekolah.
"Persentase ini mencerminkan bahwa meskipun sebagian besar satuan pendidikan melaksanakan proses akreditasi dengan jujur, masih terdapat lebih dari seperlima satuan pendidikan yang menghadapi isu integritas dalam proses tersebut,” tulis KPK dalam laporan tersebut.
Angka indikasi kecurangan lebih 20%, kata KPK, tidak bisa diabaikan dan menunjukkan adanya celah-celah dalam proses memperoleh akreditasi.
"Terdapat persoalan serius dalam sistem dunia pendidikan yang harus dibongkar total," kata KPK.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti berjanji bakal menindaklanjuti temuan KPK. Menurut dia, Kemendisdakmen perlu bekerja sama dengan pemerintah daerah selaku pembina guru-guru dan sekolah.
“Guru ini kan tidak sepenuhnya di kami... Tetapi, kita harus melihat ini sebagai tantangan bersama. Tidak perlu saling menyalahkan satu dengan yang lainnya,” ujar Mu'ti.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai temuan KPK hanya sebagian dari persoalan kronis dunia pendidikan. Ia merinci beragam modus kecurangan lainnya, mulai dari guru yang mengatrol nilai, pimpinan sekolah yang terlibat dalam cuci rapor, hingga dinas pendidikan yang terlibat penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Di lapangan, pembiayaan yang diamanahkan UUD 1945 juga ternyata sekolah masih bayar dan sekolah masih mahal. Lalu, ada kasus ijazah dibayar ditahan perusahaan. Jadi harus dibongkar sistemnya. Belum lagi soal guru-guru yang kurang berkualitas. Jadi, Kemendikdasmen itu mencetak guru- guru yang kurang berkualitas," kata Ubaid kepada Alinea.id, Kamis (1/4).
Menurut Ubaid, persoalan-persoalan yang muncul di dunia pendidikan tidak bisa diselesaikan secara parsial oleh pemerintah. Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bisa menjadi momentum untuk membenahi sistem pendidikan yang saat ini penuh dengan celah korupsi.
"Jadi, jangan hanya parsial. Kerusakan dalam sistem pendidikan kita itu sudah sangat parah. Jadi, percuma kalau pengawasan yang diperkuat, tapi penyelenggarannya tetap bobrok," kata Ubaid.
Pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah mengatakan temuan KPK mengindikasikan adanya persoalan pada integritas kepala sekolah dan guru. Assesor juga bermasalah lantaran tak menilai sesuai dengan fakta di lapangan.
"Sekuat mungkin menghindari subjektivitas asesor dalam menilai. Jadi, guru dan asesor harus jujur. Bagus katakan bagus. Lemah katakan lemah. Justru yang lemah ini harus dibina oleh pemda dan pemerintah. Jadi, bukan guru jadi malu akreditasinya lemah," kata Jejen kepada Alinea.id, Kamis (1/5).
Jejen menilai kecurangan dalam akreditasi sekolah juga terjadi karena kebijakan pemerintah yang cenderung mendukung sekolah yang sudah jelas mapan. Walakin, banyak sekolah memanipulasi kondisi sekolah agar terlihat bagus.
"Padahal, realitas di lapangan justru sebaliknya. Kebijakan pemerintah harus pro terhadap sekolah-sekokah yang lemah. Bukan sebaliknya hanya memberi penghargaan kepada sekolah bagus," kata Jejen.