Industri pariwisata global saat ini bergerak ke arah baru: bukan lagi sekadar memikat wisatawan datang ke satu tempat, tapi membangun kerja sama antar destinasi. Dubai dan Turki menunjukkan bagaimana dua kekuatan wisata dunia saling bertukar budaya, bisnis, dan gaya hidup—hingga menciptakan pengalaman baru yang menjangkau lintas batas.
Pada ajang pariwisata berskala internasional di Dubai World Trade Center, yang diikuti oleh 166 negara, terjadi pertemuan besar antara dua pemain besar pariwisata dunia yakni Dubai dan Turki. Bukan sekadar mempromosikan diri masing-masing, keduanya justru menunjukkan komitmen membangun hubungan jangka panjang lewat pertukaran budaya dan komersial.
Turki, lewat merek-merek ikonisnya seperti Hafız Mustafa (penyedia dessert legendaris) dan Espressolab (kedai kopi populer), kini hadir di berbagai titik strategis di Dubai. Kehadiran mereka bukan cuma membawa produk, tapi juga memperkenalkan keramahan dan tradisi kuliner khas Turki ke pengunjung global di jantung Teluk.
Di sisi lain, Dubai juga membawa merek-merek gaya hidupnya ke destinasi wisata unggulan Turki seperti Bodrum, kota pantai mewah di pesisir Aegea. Restoran dan tempat hiburan asal Dubai seperti Maison Revka, Mimi Kakushi, dan Gigi Rigolatto akan membuka cabang di sana musim panas ini.
Pertukaran gaya hidup, bukan hanya wisata
Pertukaran ini tak terbatas pada pariwisata. Ada juga arus masuk seniman, koki, dan pengusaha dari Turki ke Dubai, dan sebaliknya. Galeri seni milik Sevil Dolmacı dari Istanbul kini punya cabang di Dubai karena meningkatnya minat masyarakat Dubai terhadap seni kontemporer Turki.
Sementara itu, koki Turki berbakat seperti Burak Pazarlıoğlu membawa sentuhan khas Anatolia ke dapur bintang Michelin di Dubai, menciptakan pengalaman bersantap yang menarik perhatian wisatawan global. Restoran seperti The Guild Dubai menjadi simbol bagaimana kolaborasi lintas budaya bisa menciptakan nilai tambah yang sangat tinggi.
Dalam wawancara dengan Issam Kazim, CEO Dubai Corporation for Tourism and Commerce Marketing (DCTCM), terungkap bahwa Dubai tengah mengarahkan strategi pariwisata bukan hanya untuk menarik wisatawan, tetapi juga menempatkan diri sebagai pemimpin global dalam pariwisata berkelanjutan.
Dengan 18,72 juta pengunjung pada tahun 2024 (naik 9% dari tahun sebelumnya), dan pertumbuhan positif pada kuartal pertama 2025, Dubai terus menaikkan standar. Dua proyek besar sedang dikembangkan: Palm Jebel Ali, kawasan wisata baru di lepas pantai dan Dubai Reefs, proyek restorasi laut terbesar di dunia yang menggabungkan penelitian ilmiah, pelestarian alam, dan sektor perhotelan.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa Dubai tak hanya menjual "glamor", tapi juga mengintegrasikan ilmu pengetahuan, ekologi, dan inovasi wisata dalam satu visi besar.
"Ini bukan sekadar pariwisata; ini adalah pertukaran organik budaya, kuliner, bakat, dan investasi. Menurut saya, kita memasuki fase baru di mana kolaborasi menggantikan kompetisi dan pariwisata menjadi jembatan antara kota-kota seperti Dubai dan destinasi seperti Istanbul dan Bodrum," tulis Funda Karayel seorang kolumnis Turki.(Dailysabah)