Setiap pagi, aroma masakan bergizi menguar dari dapur sederhana di lembaga pemasyarakatan (lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung. Bukan restoran bintang lima, melainkan dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) milik negara. Yang mengaduk kuah, menanak nasi, memotong sayur, adalah para warga binaan.
Salah satunya adalah Rijatono Lakka—akrab disapa Tono—yang pernah mengelola restoran sebelum mendekam di balik jeruji. Kini, ia kembali ke dunia yang dicintainya: dunia dapur. Tapi kali ini, bukan demi keuntungan pribadi. Melainkan demi anak-anak Indonesia yang membutuhkan asupan makanan bergizi untuk tumbuh kuat dan cerdas.
“Sekarang hari-hari saya semakin cepat berlalu, karena sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk program MBG,” ujar Tono sambil tersenyum, sembari menata kotak makanan dengan hati-hati, dikutip Jumat (16/5).
Tono tak sendiri. Sekitar 47 warga binaan lain ikut andil setiap hari dalam mengelola dapur MBG. Mereka menerima bahan baku, mengecek kualitas, memasak, mengemas, hingga mencuci peralatan. Dari tangan mereka, lebih dari 3.000 kotak makan bergizi dikirim ke sekolah-sekolah untuk dinikmati para siswa.
Surat dari anak sekolah
Dimas, warga binaan lain, tak menyangka suatu hari bisa merasa bangga di balik tembok tinggi lapas. Tugasnya: memasak nasi dan karbohidrat lain. Namun kebahagiaannya meluap ketika suatu hari ia membaca surat dari seorang siswa.
“Saya terharu, termotivasi, dan bangga ketika kami mendapat surat cinta dari siswa. Saya berharap program ini terus berlanjut. Ketika bebas nanti, saya ingin terlibat lagi,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Begitu juga Firsa, juru masak bagian protein. Bagi Firsa, dapur MBG bukan sekadar tempat kerja. Tapi juga ruang belajar dan harapan.
“Saya jadi tahu pentingnya menjaga gizi. Ini pengabdian kami kepada bapak presiden dan seluruh anak Indonesia,” ucapnya.