Kepolisian China menetapkan lebih dari 20 orang yang diduga terlibat dalam serangan siber sebagai buronan, dan menawarkan imbalan bagi siapa pun yang memberikan informasi keberadaan mereka. Jumlah hadiah tidak diungkapkan. Kantor berita resmi Xinhua melaporkan hal ini pada Kamis (5/6), seraya menuding keterlibatan pemerintah Taiwan dalam aksi tersebut.
Salah satu tersangka disebut bernama Ning Enwei. Menurut pihak berwenang, para peretas ini diduga memiliki kaitan langsung dengan otoritas Taiwan.
China menuduh Taiwan berada di balik peretasan terhadap berbagai sektor vital, termasuk militer, penerbangan, lembaga pemerintah, energi, transportasi, kelautan, serta institusi riset di China, Hong Kong, dan Makau.
Mengutip laporan keamanan siber, Xinhua menyebut "pasukan informasi, komunikasi, dan digital" Taiwan bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam upaya perang opini dan kognitif terhadap China. Laporan itu menuduh Taiwan berusaha mengganggu ketertiban umum dan secara diam-diam memicu kerusuhan.
Pemerintah Taiwan belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan tersebut.
Namun, seorang pejabat senior keamanan Taiwan mengatakan kepada Reuters bahwa tuduhan Beijing tidak berdasar. Ia menyebut narasi itu sebagai upaya mengalihkan perhatian dari sorotan Eropa, khususnya Republik Ceko, atas aktivitas peretasan yang diduga dilakukan oleh China.
"Mereka menciptakan cerita palsu untuk mengalihkan perhatian. Ini merupakan taktik umum Partai Komunis China," ujar pejabat yang meminta namanya dirahasiakan karena sensitifnya isu ini.
"Sebanyak apa pun cerita yang dibuat, tak bisa mengubah fakta bahwa Beijing bukan hanya pengganggu regional, tapi juga ancaman global di ranah digital."
China juga menuduh Taiwan telah lama bekerja sama dengan Badan Keamanan Nasional AS (NSA), CIA, dan lembaga intelijen lainnya dalam kerangka “Strategi Asia-Pasifik” AS. Menurut narasi Beijing, kerja sama itu dimanfaatkan Taiwan untuk memperkuat posisi kemerdekaannya melalui dukungan Washington.
Melalui akun media sosial yang terafiliasi dengan televisi pemerintah, China menyatakan bahwa badan intelijen AS telah memberikan pelatihan dan dukungan teknis kepada unit siber Taiwan. Bahkan, disebutkan bahwa sejumlah tim “pemburu” dari kepolisian AS telah dikirim ke Taiwan untuk meluncurkan serangan digital terhadap China.
Pekan lalu, otoritas Guangzhou menyebut serangan terhadap sebuah perusahaan teknologi – yang tidak disebutkan namanya – didalangi oleh kelompok peretas yang didukung pemerintah Taiwan. Mereka menuding Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa di Taiwan sebagai penyokong utama kelompok tersebut.
Sebagai respons, Taiwan menuduh balik bahwa justru China-lah yang selama ini melancarkan serangan siber dan menyebarkan disinformasi terhadap pulau itu.
China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, meski pulau tersebut memiliki pemerintahan sendiri yang dipilih secara demokratis. Taiwan secara tegas menolak klaim kedaulatan Beijing.
Pengadilan dan aparat hukum China tidak memiliki yurisdiksi di Taiwan, dan pemerintah Taiwan telah berulang kali menentang apa yang mereka sebut sebagai praktik “yurisdiksi lengan panjang” dari Beijing.(asiaone)