close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Gedung RSCM Jakarta. /Foto Antara
icon caption
Ilustrasi Gedung RSCM Jakarta. /Foto Antara
Peristiwa
Selasa, 08 Juli 2025 07:00

Dari RSCM hingga RSUD Kerawang: Kenapa kasus dugaan malapraktik marak?

RSCM saat ini tengah menangani kasus dugaan malapraktik yang membekap seorang dokter berinisial P.
swipe

Kasus-kasus dugaan malapraktik di berbagai rumah sakit menyeruak di dalam beberapa bulan terakhir. Teranyar, seorang balita berinisial J divonis mengalami kebocoran usus usai menjalani endoskopi di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. 

Kronologi dugaan malapraktik itu diceritakan Adam Harits, ayah J, dalam sebuah keterangan tertulis kepada awak media, belum lama ini. Menurut Adam, J mengalami sepsis berat dengan indikasi gagal jantung, gagal paru, dan gagal ginjal setelah beberapa kali menjalani endoskopi di tangan dokter berinisial P. 

Endoskopi adalah prosedur medis yang menggunakan alat berbentuk selang tipis dan fleksibel, dilengkapi kamera dan lampu, untuk melihat bagian dalam tubuh. Adam sempat mengutarakan kekhawatirannya kepada dokter P soal endoskopi itu. Pasalnya, J belum genap setahun. 

Namun, keluhan itu tak digubris dokter P. Sang dokter malah menceramahi Adam supaya pinjam uang untuk pengobatan J. "Saya tidak pinjam uang untuk urusan anak saya dan saya punya uang," kata Adam menceritakan percakapannya dengan dokter P. 

Endoskopi pertama dijalani J pada 1 November 2024. Hasilnya, J divonis menderita gastroesophageal reflux disease (gerd), penyakit yang terjadi ketika asam lambung naik ke kerongkongan secara berulang. Pada minggu kedua, alih-alih membaik, J makin sering muntah-muntah. 

Pada 13 Desember 2024, J menjalani endoskopi kedua. Usai proses medis itu, dokter P mengabarkan ia melakukan dilatasi usus karena usus J mengalami penyempitan sehingga harus dibuka atau dilebarkan. Proses serupa juga dijalankan dokter P saat endoskopi pertama tanpa seizin Adam. 

Kondisi J terus memburuk setelah endoskopi kedua. Di rumah, J terus-menerus menangis dan merintih kesakitan. Karena kondisinya kritis, J akhirnya dibawa kembali ke RSCM menggunakan ambulans. "Operasi kemudian dilakukan dan terkonfirmasi memang terjadi kebocoran pada usus," ungkap Adam.

Tak terima anaknya nyaris "celaka", Adam melaporkan dokter P ke Majelis Disiplin Profesi (MDP). Kasus dugaan malapraktik itu kini tengah diselidiki. MDP akan bekerja selama kurun waktu 60 hari untuk menentukan ada atau tidaknya malapraktik dalam kasus J. 

Dugaan malapraktik di RSCM juga dikisahkan keluarga pasien bernama Theresia Siul. Saat ini, Theresia lumpuh total setelah menjalani operasi bedah syaraf di RSCM. Pada 18 Maret lalu, perempuan berusia 24 tahun itu dirujuk dari Rumah Sakit Siloam Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

"Ia yang sebelumnya berjalan kini tak lagi bisa duduk, berdiri atau mengangkat tubuhnya,” kata Since Ganggu, kerabat Theresia, seperti dikutip dari Floresa.co.

Sebelumnya, RS Siloam Labuan Bajo memvonis Theresia menderita massa mediastinum dextra, efusi pleura, dan cancer pain (nyeri kanker). Massa mediastinum dextra adalah pertumbuhan abnormal pada rongga mediastinum yang berada di antara kedua paru-paru sisi kanan tubuh. 

Selain dugaan malapraktik, Since mempersoalkan diskriminasi terhadap pasien BPJS seperti Theresia. Menurut dia, kondisi Theresia memburuk lantaran prosedur medis penting seperti CT Scan terkesan sengaja ditunda. 

Mengandalkan BPJS, pihak RS menjadwalkan CT Scan pada 29 April atau lebih dari sebulan setelah Theresia tiba di Jakarta. Saat keluarga beralih ke jalur umum berbayar, jadwal langsung tersedia keesokan harinya. Namun, keluarga harus membayar biaya lebih dari Rp4 juta. 

Tanpa instruksi tertulis maupun edukasi perawatan luka dari petugas, menurut Since, Theresia lalu dipulangkan dalam kondisi lumpuh pada 4 Mei 2025. “Dalam kondisi memakai kateter, luka di bokong mulai muncul. Luka membusuk, nyeri makin hebat,” tutur Since.  

Dugaan malapraktik juga menyeruak di sejumlah RSUD. Di RSUD Kota Bekasi, misalnya, seorang pasien bernama Ratih Raynada mengaku mengalami lumpuh total usai menjalani operasi sesar anak keempatnya pada September 2024. Ratih menduga dirinya jadi korban malapraktik. 

Maret lalu, sebuah video viral menunjukkan seorang warga bernama Edwin Septian berunjuk rasa sendirian di lobi RSUD Kerawang. Ia menuntut penjelasan dan pertanggungjawaban pihak rumah sakit atas kematian bayi yang baru dilahirkan istrinya.

Edwin menduga ada kesalahan dalam penanganan medis di RSUD Karawang saat proses persalinan istrinya pada 29 April 2025. Dalam orasinya, Edwin menyebut sang istri lambat ditangani lantaran berstatus pasien BPJS. 

Kasus-kasus dugaan malapraktik bukan hanya sekadar isapan jempol. Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, awal Juli lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kementeriannya menerima 51 aduan insiden keselamatan pasien dan dugaan pelanggaran disiplin profesi di fasilitas layanan kesehatan.

Laporan itu merupakan akumulasi periode 2023 hingga 2025. Dari total 51 aduan, sebanyak 21 merupakan aduan langsung dan 30 aduan melalui media massa atau media sosial. Jenis aduannya  beragam, mulai kematian pasien, komplikasi pascaprosedur, kesalahan prosedur medis atau administrasi, cacat atau luka berat akibat tindakan medis, hingga ketidakpuasan atau sengketa informasi medis. 

Dokter sekaligus akademikus Gilbert Simanjuntak mengatakan dugaan malapraktik harus diuji terlebih dahulu oleh Majelis Disiplin Profesi atau lewat penilaian rekan sejawat (peer group). Menurut Gilbert, setiap tindakan medis yang dijalankan dokter selalu mengandung risiko. 

"Karena itu, lebih baik jangan dituduh malapraktik dulu karena seolah sudah penghakiman. Mereka yang merasa itu malapraktek dapat melapor ke RS, IDI (Ikatan Dokter Indonesia), polisi. Kadang ketidakberhasilan dianggap malapraktik, padahal semua ada risiko," kata Gilbert kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Gilbert, sudah terdapat komite medik yang bisa menguji dugaan malapraktik sesuai kaidah. Pada dasarnya, suatu keputusan medis yang berisiko akan melalui pertimbangan berlapis. Penanganan medis yang tidak diberi tahu terlebih dahulu kepada keluarga pasien juga belum tentu masuk dalam malapraktik.

"Ini bukan malapraktik hanya karena masalah penjelasan kepada keluarga. Teapi, kalau tidak dapat izin, lalu tindakan dikerjakan bukan dalam situasi gawat darurat, itu malapraktik. Atau yang sakit tangan kanan, dioperasi mata kiri," kata Gilbert.

Ilustrasi. Foto Pixabay

Kepatuhan terhadap PMKP 

Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan kesalahan medis (medical error) atau malapraktik sudah coba dicegah dengan standar berlapis keselamatan pasien di setiap rumah sakit. Namun, potensi malapraktik hampir selalu ada di setiap rumah sakit. 

"Baik yang bersifat prosedural administratif maupun klinis. Di rumah sakit itu ada beberapa macam lapis untuk penjagaan mutu. Tetapi, kalau memang fenomena itu didapatkan dan terjadi, berarti ada beberapa aspek yang tidak berjalan," kata Hermawan kepada Alinea.id, Kamis (3/7).

Menurut Hermawan, pengambilan keputusan medis yang berisiko harus menimbang tiga standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) di rumah sakit yang diatur dalam Permenkes Nomor 11 Tahun 2017, yakni adalah hak pasien, mendidik pasien dan keluarga, serta keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan. 

Tiga standar itu, kata Hermawan, harus menjadi landasan dalam mengambil keputusan medis yang berpotensi menimbulkan cedera, kecacatan, atau bahkan kematian. Selain itu, ada tim yang bertugas memantau kepatuhan terhadap PMKP. Rumah sakit yang tak menjalankan PMKP perlu dievaluasi oleh Kemenkes. 

"Mekanisme PMKP ini pengendalian mutu dan keselamatan pasien dan level toleransi terhadap kejadian yang tidak diinginkan itu harus mendapatkan audit klinis yang ketat dan ini yang penting dilihat di berbagai faskes yang ada," kata Hermawan. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan