Kasus-kasus peredaran rokok ilegal terungkap di berbagai daerah. Di Bangkalan, Madura, tepatnya di Kecamatan Brumeh, polisi mengadang mobil Ertiga nomor polisi B 1638 NEL yang diduga membawa rokok ilegal, Senin (7/6).
Dari dalam mobil itu, polisi menemukan 774 slop rokok ilegal. Bungkus rokok sudah dikemas dalam plastik tanpa cukai. Tiga orang anggota sindikat peredaran rokok ilegal ditangkap.
Dua hari sebelumnya, kasus peredaran rokok ilegal juga terungkap di Kebumen, Jawa Tengah. Bersama petugas Bea Cukai dan personel TNI, tim Satpol PP Kebumen membongkar jaringan pengedar rokok ilegal di Kecamatan Mirit.
Dalam operasi tersebut, para pelaku diketahui menjadikan outlet laundry sebagai gudang rokok ilegel. Barang bukti yang disita dalam outlet tersebut, di antaranya rokok bermerek Manchester putih sebanyak 400 batang, Manchester merah sebanyak 200 batang, dan Angker Mango sebanyak 220 batang.
Sekretaris Jenderal Komunitas Kretek, Aditya Purnomo mengatakan rokok ilegal belakangan kian marak diproduksi sejumlah daerah sentra tembakau di Jawa Timur, semisal Kediri, Malang, Pasuruan, dan Madura. Untuk industri skala rumahan, Madura jadi "pemain utama".
"Rokok ilegal bisa merajalela karena memang ada pasarnya," kata Aditya saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Selasa (10/6).
Permintaan yang besar terhadap rokok ilegal, menurut Aditya, terbentuk karena kebijakan pemerintah menaikan cukai rokok. Perokok dengan perekonomian pas-pasan beralih ke rokok ilegal.
Rokok ilegal, lanjut dia, bakal kian merajalela jika pemerintah kembali menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2026. "Jelas menaikan cukai rokok ini imbasnya terbentuk pasar rokok ilegal," imbuh Aditya.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, pemerintah menyatakan langkah intensifikasi tarif CHT dilaksanakan sebagai salah satu kebijakan untuk mendukung penerimaan negara. Pemerintah juga membuka opsi melakukan restrukturisasi tarif CHT berdasarkan kebijakan yang berkesinambungan.
"Sejauh ini, orang yang tidak mampu membeli rokok golongan 1 itu, akhirnya memberi rokok golongan 2 atau 3. Sementara, kalau cukai dinaikkan pada golongan 2 atau golongan 3, maka orang makin banyak beli rokok ilegal," kata Aditya.
Faktor lainnya, kata Aditya, ialah limpahan tembakau yang tak terserap industri rokok di berbagai daerah. Tembakau kelas dua itu lantas dimanfaatkan industri rumahan untuk memproduksi rokok ilegal.
"Selain itu, bisnis ini juga distribusinya dibeking aparat. Sehingga bisa meluas pasarnya... Penindakannya juga aparat setengah hati. Sebelumnya saya pikir peredaran rokok ilegal ini marak karena pemilu. Tapi, ternyata keterusan," kata Aditya.
Soal Madura yang kini menjadi "sentra" produksi rokok ilegal, Aditya menyebut skalanya masih kecil. Saat ini, pelaku berjejaring dalam sindikat-sindikat. Namun, tak tertutup kemungkinan sindikat-sindikat itu bergabung jadi kartel. "Tetapi, sejauh ini masih pada tataran sindikat," ujar dia.
Sosiolog dari Universitas Trunojoyo Madura, Iskandar Dzulkarnain membenarkan Madura kini lekat sebagai sentra rokok ilegal. Itu tak terlepas dari profesi sebagian besar penduduknya sebagai petani tembakau.
"Banyak petani Madura menyebutnya (tembakau) sebagai daun emas. Rokok ilegal (muncul), pada satu sisi, karena banyaknya tembakau yang dihasilkan oleh petani dan tidak terserap sama industri rokok. Bahkan, sudah bertahun-tahun," kata Iskandar kepada Alinea.id, Senin (9/6).
Peredaran rokok ilegal yang melibatkan sindikat asal Madura berulangkali terungkap. Pada akhir 2024, Polrestabes Surabaya menggagalkan pengiriman 145 koli rokok ilegal dari Madura menuju Banyuwangi, Jawa Timur.
Ratusan koli rokok itu disembunyikan dalam sebuah truk ikan segar. Rokok ilegal tersebut bermerk SS dan tidak dilekati pita cukai. Kepolisian menyebut potensi kerugian negara yang diselamatkan senilai Rp2,1 miliar.
Iskandar menyebut bisnis rokok ilegal di Madura tak hanya dirancang untuk keuntungan finansial saja. Para bos tembakau di Madura membangun bisnis itu sebagai bentuk perlawanan petani kepada perusahan dan industri rokok.
"Dalam bisnis rokok ilegal di Madura itu, sudah terbentuk jaringan antara penjual dan yang memproduksinya dengan modal social trust utamanya," kata Iskandar.