PT Gudang Garam Tbk dan Nojorono tak akan menyerap tembakau petani Temanggung, Jawa Tengah, untuk musim panen 2025. Khusus untuk Gudang Garam, ini kali kedua perusahaan rokok asal Kediri, Jawa Timur itu tak membeli tembakau dari Temanggung. Pihak perusahaan beralasan masih punya stok dari "musim" sebelumnya.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Temanggung menghasilkan sekitar 9.000 hingga 10.000 ton tembakau setiap tahun. Produksi sebesar itu dihasilkan dari lahan pertanian seluas 14.000 hektare. Meski tak sebesar Temanggung, tembakau juga diproduksi di Wonosobo, Kendal, Magelang, dan Boyolali.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji mengatakan keputusan PT Gudang Garam menyetop pembelian tembakau asal Temanggung bakal berdampak di kalangan petani. Ia menyebut banyak petani Temanggung yang terjerat utang karena tidak mampu membayar ongkos penanaman, perawatan dan panen.
"Bagaimana tidak? Perputaran uang dari tembakau ini Rp1,5 triliun dalam tiga bulan. Kalau tembakau tidak terserap, maka daya beli akan menurun. Dampaknya langsung ke rakyat," kata Agus kepada Alinea.id, Selasa (24/6).
Sebagai bagian dari rantai tata niaga tembakau, perekenomian Wonosobo, Kendal, Magelang, Boyolali, dan Kabupaten Semarang juga akan terpengaruh oleh lesunya industri tembakau di Temanggung. Apalagi jika langkah PT Gudang Garam diikuti perusahaan rokok lainnya.
"Bahkan kemungkinan ini akan dialami oleh daerah sentra tembakau lainnya di Indonesia karena industri rokok lainnya kemungkinan akan menyetop membeli tembakau dari petani," kata Agus.
Agus merinci sejumlah faktor yang menyebabkan industri tembakau Temanggung terdisrupsi. Pertama, perusahaan tak bisa menyerap tembakau petani karena labanya terus-menerus turun. Selain karena tingginya cukai, produk rokok Gudang Garam cs juga kini digempur produk rokok ilegal.
"Imbas rentetannya ekonomi desa-desa sentra tembakau rontok semua. Ini akan meluas. Nanti juga dampaknya akan mengurangi pendapatan negara dari cukai rokok. Asal tahu saja industri rokok dalam negeri itu BUMN swasta, mesin pencari uang negara," kata Agus.
Menurut Agus, regulasi yang mencekik industri rokok dan merajalelanya rokok ilegal saling bertalian. Jika tidak ada pembenahan, ia khawatir industri rokok dalam negeri akan terus terpuruk. Bukan tidak mungkin opsi impor tembakau dimunculkan.
"Kalau sudah tembakau impor masuk, maka ekonomi rakyat pedesaan di sentra-sentra tembakau akan rontok karena industri rokok sudah menggunakan tembakau impor. Ini sudah kami prediksi dari sepuluh tahun lalu," kata Agus.
Berbeda, Sekretaris Jenderal Komunitas Kretek, Aditya Purnomo menduga Gudang Garam sengaja tidak membeli tembakau Temanggung demi menurunkan nilai tawar. Harga tembakau Temanggung, kata Aditya, semestinya sedang naik karena cuaca yang buruk.
"Karena bulan-bulan ini tahap pertama musim tanam. Masih tinggi harganya. Nanti kemungkinan bulan Agustus atau September, mungkin setelah harga agak turun, baru menyerap mereka," kata Aditya kepada Alinea.id, Selasa (24/6).
Strategi Gudang Garam, kata Aditya, potensial diikuti perusahaan rokok lainnya. Di tengah gempuran rokok ilegal, perusahaan harus berhemat karena laba cenderung terus turun. Ia mewanti-wanti agar pemerintah berhati-hati tak menaikkan cukai rokok.
'Seandainya naik, paling 5% saja. Kalau itu dilakukan, sepertinya (perusahaan) bisa kembali membeli tembakau dari petani. Tapi, jika tidak, ini bisa sepertinya akan ada lagi perusahan rokok lain yang tidak membeli tembakau atau paling tidak mengurangi," kata Aditya.