close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Aktivis Greenpeace
icon caption
Aktivis Greenpeace "membentangkan" poster Save Raja Ampat. /Foto Instagram @greenpeaceid
Peristiwa
Kamis, 12 Juni 2025 10:00

"Ketika Raja Ampat disenggol, ya, semuanya akan marah..."

Presiden Prabowo diusulkan untuk me-reshuffle Bahlil karena kinerjanya dianggap buruk.
swipe

Izin tambang PT Gag Nikel tak dicabut meskipun keberadaan tambang di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya memicu kemarahan publik. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengklaim tidak ada kerusakan lingkungan di Pulau Gag sebagaimana yang dituduhkan Greenpeace dan kalangan aktivis. 

"Yang kita cabut izinnya adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Ini yang kita cabut," kata Bahlil dalam keterangan pers kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/6) lalu. 

Kontroversi pertambangan nikel di Raja Ampat mulanya mencuat setelah aktivis Greenpeace dan empat anak muda dari Raja Ampat menggelar aksi protes di sela-sela Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta, Selasa (3/6) lalu. 

Mereka "mengumumkan" Pulau Gag dan sejumlah area di Raja Ampat mengalami kerusakan lingkungan akibat tambang. Video protes dan kerusakan alam di Raja Ampat itu viral di media sosial serta memicu komentar sejumlah tokoh, termasuk di antaranya dari eks Menteri KKP Susi Pudjiastuti. 

Namun, kerusakan lingkungan dan deforestasi akibat penambangan nikel di Raja Ampat disangkal Bahlil. Setelah protes publik meluas, Bahlil terbang ke Papua untuk menemui sejumlah tokoh masyarakat di Raja Ampat pada periode 7-8 Juni 2025. Sepulang dari Raja Ampat, Bahlil menggelar konferensi pers di Istana. 

Selama sekira 20 menit, Bahlil menunjukkan berbagai dokumentasi yang menampilkan kondisi di Raja Ampat. Dia memamerkan foto dan video hasil kunjungan ke Raja Ampat. Ia memampangkan beberapa foto Raja Ampat tercemar yang beredar di media sosial, tapi memberi cap "hoaks" pada foto-foto tersebut. Dia menyangkal terjadi kerusakan. 

Tak hanya itu, Bahlil juga membandingkan video yang dibuat kementeriannya dengan unggahan video Greenpeace Indonesia. Berdasarkan temuan timnya di lapangan, Bahlil mengklaim tidak ada kerusakan lingkungan di Raja Ampat seperti yang viral di media sosial.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar menyebut Bahlil tebang pilih karena tak mencabut izin tambang PT Gag Nikel yang justru dipersoalkan publik. Ia menduga ada konflik kepentingan dalam keputusan itu. 

"Jika Prabowo dan Bahlil terus memfasilitasi perusakan pulau kecil, melindungi korporasi perusak lingkungan, dan menjadikan tambang sebagai alat eksploitasi politik, maka mereka sedang mempersiapkan kehancuran Indonesia dari pinggir dimulai dari Raja Ampat,” kata Melky dalam keterangan tertulis, Rabu (11/6). 

Menurut penelusuran JATAM,  ada sejumlah nama yang tercatat sebagai komisaris PT Gag Nikel yang punya kedekatan dengan lingkar kekuasaan, di antaranya Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi dan Staf Ahli Menteri ESDM, Lana Saria.

Sebelummya, Bahlil menyatakan PT Gag Nikel tetap beroperasi karena perusahaan tersebut merupakan pemegang kontrak karya dan mayoritas sahamnya dimiliki BUMN, yakni PT Aneka Tambang (Antam). Bahlil juga menyebut bahwa aktivitas tambang di Pulau Gag telah sesuai dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Namun, JATAM menilai alasan tersebut menyesatkan. Kontrak Karya, kata Melky, tidak bisa dijadikan pembenaran untuk merusak wilayah adat dan ekosistem pulau kecil. Terlebih, suda ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang menolak gugatan perusahaan tambang untuk menghapus larangan pertambangan di pulau kecil.

 

Pakar komunikasi politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo menilai wajar jika publik marah saat mengetahui Raja Ampat rusak karena pertambangan. Publik kecewa dengan sikap Bahlil yang terus-menerus menyangkal kerusakan lingkungan yang terjadi di surga wisata itu. 

"Bentuk kemarahan yang meluas ini karena terkait dengan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia yang punya Raja Ampat ini. Jadi, menurut saya, sangat wajar ketika Raja Ampat disenggol, ya, semuanya akan marah. Ini salah satu destinasi wisata yang terbaik di Indonesia," kata Kunto kepada Alinea.id, Rabu (12/6).

Kemarahan publik, kata Kunto, bakal sulit diredam. Apalagi, sudah banyak laporan yang menunjukkan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel. Kunto mencontohkan dampak negatif penambangan nikel di Halmahera. 

"Publik takut Raja Ampat menjadi tercemar dan tidak lagi indah seperti dulu. Hal ini menjadi bentuk deligitimasi publik terhadap Bahlil," kata Kunto. 

Kemarahan publik terhadap Bahlil, kata Kunto, sebenarnya disadari oleh Presiden Prabowo. Itulah kenapa Prabowo merestui pencabutan 3 IUP pertambangan nikel di Raja Ampat. Prabowo tidak ingin kemarahan publik kepada Bahlil turut merembet kepada dirinya. 

"Langkah yang diambil Prabowo sudah tepat dengan kemudian menghentikan tambang itu. Tampaknya Bahlil juga mendapatkan tekanan yang sangat serius baik dari atas dan dari publik terkait dengan tambang di Raja Ampat ini," kata Kunto. 

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menyarankan agar Presiden Prabowo mencopot Bahlil. Menurut dia, kemarahan publik terhadap kinerja Bahlil sebagai menteri sudah nyaris mengarah kepada Prabowo. 

"Sebaiknya, Presiden Prabowo mulai memikirkan meresaffule Bahlil karena kerjaannya bikin malu. (Bahlil) mending diganti saja karena kinerjanya buruk," kata Susan kepada Alinea.id. 

Selain soal kerusakan lingkungan di Raja Ampat, publik sebelumnya juga sempat ramai-ramai memprotes Bahlil ketika kementeriannya memutuskan melarang pengecer menjual gas elpiji tiga kilogram. Sebelum dibatalkan Prabowo, kebijakan itu sempat membuat gas "melon" langka. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan