Penembak jitu udara dari Departemen Energi, Lingkungan, dan Aksi Iklim (DEECA) Australia berpatroli di kawasan warisan dunia Budj Bim di Victoria barat daya setelah sambaran petir memicu kebakaran hutan yang dahsyat bulan lalu.
Yang menjadi kontroversi, dari helikopter mereka menembaki koala sebagai upaya otoritas Australia membasmi mamalia ikonik itu setelah kebakaran hutan menghancurkan habitat mereka.
Pemusnahan ini dilakukan di tengah kekhawatiran populasi koala akan kelaparan dan mati akibat hilangnya 2.000 hektare taman nasional.
Aktivis hewan telah mengungkapkan kemarahan mereka saat mengklaim lebih dari 700 koala telah ditembak mati sejauh ini dan khawatir lebih banyak lagi yang akan dibunuh dalam beberapa hari mendatang.
Jess Robertson, presiden Koala Alliance, mengatakan bahwa masyarakat setempat merasa muak dengan metode yang digunakan. "Tidak ada cara bagi mereka untuk mengetahui apakah seekor koala dalam kondisi buruk dari helikopter," katanya.
Seorang juru bicara Koala Alliance membagikan gambar helikopter yang berputar-putar di atas hutan yang hancur di Facebook.
Mereka menambahkan: “Koala-koala ini berasal dari perkebunan pohon karet biru yang baru saja dipanen di dekat taman nasional. DEECA masih di sana untuk menembak. Jumlah korban tewas terus meningkat.
“Jika koala ditembak dari pohon, ini berarti banyak anak koala yang akan menderita dan mati. Itu tercela. Itu kejam. Itulah sebabnya DEECA tidak pernah ingin masyarakat tahu.”
Perdana Menteri Victoria Jacinta Allan membela kebijakan tersebut, dengan mengatakan bahwa koala-koala tersebut “terluka parah dan mengalami banyak tekanan”.
“Saya mendengar bahwa departemen tersebut melakukan penilaian ekstensif dalam konteks kebakaran hutan yang melanda komunitas lokal ini yang dimulai oleh sambaran petir." katanya.
“Setelah memeriksa keadaan, pendekatan ini dianggap sebagai cara untuk benar-benar mengenali bahwa koala dalam keadaan sangat tertekan. Itulah saran yang saya terima, dan dalam hal penilaian tersebut, penilaian tersebut dilakukan oleh para ahli satwa liar," paparnya.
Namun, para peneliti koala mengatakan pendekatan tersebut hanyalah contoh lain "dalam serangkaian panjang kesalahan pengelolaan spesies dan habitatnya".
“Kita tidak dapat menghilangkan kebakaran hutan secara menyeluruh, tetapi hutan yang lebih berkelanjutan dan sehat dapat membantu mengurangi risiko dan tingkat keparahan kebakaran. Habitat koala perlu diperluas dan terhubung, dan pengelolaan perkebunan pohon blue gum perlu mempertimbangkan koala karena pohon-pohon ini sangat menarik bagi mereka,” kata
Rolf Schlagloth, dari CQUniversity Australia, kepada Vox.
Eutanasia harus digunakan sebagai pilihan terakhir ketika hewan terluka parah, tambahnya. Namun, pemusnahan melalui udara “tampaknya merupakan metode yang sangat tidak pandang bulu,” kata Dr. Schlagloth.(independent)