Seorang narapidana di Tunisia dijatuhi hukuman enam bulan penjara hanya karena menolak menonton berita tentang Presiden Kais Saied di televisi. Kasus yang terdengar ganjil ini diungkap pengacaranya dan sebuah lembaga HAM setempat pada Jumat (11/7).
Menurut sang pengacara, Adel Sghaier, kliennya awalnya dijerat dengan pasal berat—Pasal 67 KUHP—yang mengatur soal penghinaan terhadap kepala negara. Namun, pasal itu kemudian diturunkan menjadi pelanggaran kesopanan publik, demi menghindari sorotan politik yang berlebihan.
Insiden bermula saat narapidana tersebut terang-terangan menolak menonton siaran berita TV yang menampilkan kegiatan Presiden Saied di dalam selnya. Ia pun dilaporkan oleh rekan satu selnya sendiri, lalu diperiksa, dan akhirnya divonis enam bulan penjara tambahan.
“Ini menunjukkan bagaimana suara-suara bahkan di dalam sel pun dibungkam,” kecam cabang Liga Hak Asasi Manusia Tunisia di kota Gafsa, tempat narapidana itu ditahan.
Yang lebih mengejutkan, narapidana itu sebenarnya sudah ditahan atas kasus lain yang akhirnya dibatalkan. Namun, saat keluarganya menunggu pembebasan, pria itu justru tidak kunjung keluar—karena telah dihukum dalam kasus “berita presiden” ini.
Pengacaranya mengakui bahwa kliennya memang sempat mengumpat dan meminta saluran televisi diganti ketika wajah Presiden Saied muncul di layar. Ia marah karena menyalahkan sang presiden atas hidupnya yang berantakan. Pria tersebut sebelumnya tinggal secara ilegal di Italia dan sempat dideportasi—kebijakan yang menurutnya merupakan hasil kesepakatan antara Tunisia dan Italia.
Hingga berita ini ditulis, pihak pengadilan Gafsa belum memberikan tanggapan resmi.
Sejak merebut kekuasaan pada 2021, Presiden Saied—yang terpilih lewat pemilu pada 2019—memerintah Tunisia lewat dekrit. Sejumlah organisasi hak asasi manusia, baik lokal maupun internasional, menyoroti merosotnya kebebasan sipil di Tunisia, negara yang dulu menjadi simbol kebangkitan "Musim Semi Arab". (arabnews)