sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

7 alasan Pilkada 2020 jangan ditunda

Proporsi wilayah zona merah hanya 16.3 % dibanding 270 pilkada yang ada.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Kamis, 24 Sep 2020 20:10 WIB
7 alasan Pilkada 2020 jangan ditunda

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyarankan agar Pilkada Serentak 9 Desember 2020 jangan ditunda, namun hanya perlu menyesuaikan kegiatannya.

Dalam rilis survei tertanggal Kamis (24/9) itu, LSI menyampaikan tujuh alasan mengapa sebaik pilkada tak ditunda. Pertama, alasan legitimasi.

"Jika pilkada ditunda, 270 daerah di Indonesia akan dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Pplt). Di Februari 2021 saja, ada 209 kepala daerah yang selesai masa jabatan,"  bunyi rilis survei tersebut.

Menurut LSI Denny JA, legitimasi Plt berbeda dengan kepala daerah dipilih rakyat. Kewenangannya pun terbatas.

Masih terkait legitimasi, Plt dinilai tidak bisa mengambil kebijakan yang substansial, terutama yang berdampak pada anggaran, serta tidak dapat mengambil kebijakan yang mengikat lainnya.

"Di era krisis seperti corona virus, jumlah Plt sebanyak 49% dari total kepala daerah, itu terlalu banyak (270 wilayah pilkada dari total 548 wilayah di Indonesia)," lanjutnya.

Kedua, alasan proporsi. Dari  270 wilayah yang akan melaksanakan Pilkada, ada 44 wilayah yang terkena zona merah. Proporsi wilayah zona merah itu hanya 16.3 % dibanding 270 pilkada yang ada.

Sponsored

"Jangan karena kasus 16.3%, membatalkan 83.7% kasus lainnya. Pilkada wilayah zona merah itu dapat dilakukan treatment khusus tanpa harus digeneralisasi untuk 83.7% wilayah lain. Misalnya, khusus 16.3% kasus itu (44 wilayah), calon kepala daerah dilarang melakukan pengerahan massa lebih dari 5 orang," lanjutnya.

Katiga, alasan kepastian hukum dan politik. Menunda pilkada sambil menunggu vaksin hingga dapat digunakan masyarakat merupakan ketidakpastian.

"Para ahli pun tak pasti kapan vaksin yang disahkan WHO dapat beredar di masyarakat. Pemilihan kepala daerah di 270 wilayah (49% dari total wilayah Indonesia) terlalu penting jika disandarkan pada situasi yang tak pasti," jelasnya.

Keempat alasan kebijakan. Dalam setiap situasi sulit atau krisis, setiap pemimpin punya pilihan kebijakan. "Tak mudah, namun tetap harus diambil dengan mempertimbangkan semua aspek. Presiden Jokowi dan partai pemimpin koalisi (PDI Perjuangan) sudah menyatakan sikapnya berkali-kali," bebernya.

LSI Denny JA menyebut mayoritas partai politik satu suara bahwa pilkada 2020 tak mungkin ditunda. "UU Pilkada dan Perppu mustahil diubah tanpa persetujuan presiden. Perppu dari presiden pun tak akan berlaku jika ditolak DPR (representasi partai politik)," bebernya.

Kelima, alasan kesehatan. Hanya 16.3% dari 270 wilayah pilkada yang terkena zona merah. Menurut LSI, wilayah zona merah dapat diberi aturan khusus. Misalnya, di zona merah tak boleh ada kampanye yang membuat publik berkumpul lebih dari lima orang.

"Sementara di wilayah lainnya tak boleh publik berkumpul di atas 50 orang. Sementara protokol kesehatan tetap dijaga. Calon yang tidak mematuhi dapat dikenakan sanksi bertingkat hingga didiskualifikasi," urainya.

Keenam, alasan ekonomi, yakni kondisi ekonomi masyarakat secara nasional sedang mengalami penurunan. "Data menunjukan ekonomi nasional kini minus 5.32%. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun dirumahkan mencapai 3.5 juta lebih," jelasnya.

Ketujuh, memodifikasi bentuk kampanye. LSI Denny JA membeberkan referensi negara lain. Dari semua negara di dunia yang terpapar Covid-19, Amerika Serikat merupakan paling tinggi.

"Hingga Senin 21 September 2020, sekitar 7 juta (7,046,216) penduduk Amerika Serikat terpapar Covid-19. Bandingkan dengan Indonesia yang terpapar sekitar 250 ribu (248,852). Di AS, total yang terkena virus Covid-19 per 1 juta adalah 21,351 orang. Di Indonesia, per 1 juta adalah 922 orang," ungkapnya.

Berdasarkan tujuh alasan tersebut, LSI Denny JA menyarankan pilkada di 270 wilayah sebaiknya jangan ditunda lagi, namun kegiatan pilkada  perlu dimodifikasi.

Rekomendasi lainnya adalah melarang dan mencegah semua wilayah yang zona terjadi perkumpulan lebih dari 5 orang. Sementara di wilayah lain, calon dilarang melakukan kampanye dengan mengumpulkan penduduk lebih dari 50 orang. Itu pun dengan syarat protokol kesehatan dipenuhi.

"Terapkan peraturan yang keras bagi pelanggar protokol kesehatan. Sanksi dimulai dari teguran tertulis, denda uang, hingga calon kepala daerah didiskualifikasi dari peserta pilkada," kata LSI Denny JA.

Berita Lainnya
×
tekid