close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka (kiri), Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri (tengah), dan mantan wapres Try Sutrisno menghadiri upacara perayaan hari lahir Pancasila di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (2/6). /Foto Instagram @prabowo
icon caption
Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka (kiri), Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri (tengah), dan mantan wapres Try Sutrisno menghadiri upacara perayaan hari lahir Pancasila di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (2/6). /Foto Instagram @prabowo
Politik
Rabu, 11 Juni 2025 07:08

Arah angin wacana pemakzulan Gibran

Elite-elite politik dari KIM Plus terkesan membiarkan wacana pemakzulan Gibran terus bergulir.
swipe

Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bergulir di parlemen setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI bersurat ke Sekretariat DPR/MPR RI, awal Juni. Isi surat merekomendasikan agar Gibran dimakzulkan karena pencalonannya bermasalah. 

Wakil Ketua Komisi XIII DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Hugo Pareira mengatakan surat rekomendasi itu akan dibacakan dalam rapat paripurna. Di sidang paripurna, DPR akan menentukan apakah proses pemakzulan Gibran bisa dijalankan. 

"Setelahnya, DPR akan mengirim surat tersebut dengan pertimbangan-pertimbangannya kepada MK (Mahkamah Konstitusi) untuk diperiksa dan diputuskan apakah terjadi pelanggaran berat atau tidak," ujar Andreas kepada wartawan di Jakarta, Selasa (3/6) lalu. 

Mekanisme pemberhentian presiden atau wakil presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal 7a  mengatur syarat pemberhentian presiden atau wakilnya, yaitu harus terbukti melakukan pelanggaran hukum, pengkhianatan terhadap negara, melakukan perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat. 

Pemakzulan bisa diproses MK jika dua per tiga anggota DPR menyepakati rekomendasi pemakzulan dalam sidang paripurna. MK akan menelaah apakah presiden atau wakil presiden memenuhi kriteria untuk dimakzulkan sebagaimana bunyi pasal 7a.

Meskipun wacana pemakzulan terus berkibar di kalangan masyarakat sipil, namun pembelaan terhadap Gibran terkesan irit. Elite-elite politik yang tergabung dalam Kabinet Merah Putih seolah membiarkan wacana itu terus bergulir. 

"Para wakil partai yang duduk di Kabinet Merah Putih sedang menunggu proses pemakzulan ini bergulir dan sikap (Presiden) Prabowo Subianto seperti apa soal pemakzulan Gibran ini," kata Direktur Eksekutif Citra Institute Yusak Farchan kepada Alinea.id, Senin (9/6).

Menurut Yusak, wacana pemakzulan Gibran baru bersemi di kalangan masyarakat sipil. Wacana itu bisa menjurus ke arah serius jika salah satu partai di parlemen mengambil alih inisiasi untuk membahas surat rekomendasi dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI. 

"Apalagi jika yang mengambil alih itu PDI-P. Baru nanti sikap partai-partai di kabinet akan kelihatan. Bisa terjadi itu pemakzulan Gibran," kata Yusak. 

Berkonflik dengan keluarga Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), menurut Yusak, PDI-P bisa jadi inisiator utama pemakzulan Gibran di parlemen. Apalagi, Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Prabowo belakangan terlihat semakin akrab. 

Setelah disambangi ke kediamannya di Teuku Umar, Jakarta Pusat, Megawati juga diberikan tempat terhormat untuk mendampingi Prabowo dalam perayaan hari kesaktian Pancasila di Gedung Kemenlu, belum lama ini. 

"Kalau Prabowo tidak mungkin bersikap. Tetapi, mungkin pihak lain yang akan bersikap. Kalau ada inisiasi untuk membahas wacana pemakzulan Gibran, hal itu bisa menjadi serius," ulang Yusak. 

Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ahmad Chumaedy merinci sejumlah kemungkinan yang menyebabkan elite-elite politik di Koalisi Indonesia Maju (KIM) terkesan tak melindungi Gibran dari wacana pemakzulan. 

Pertama, kemungkinan para elite KIM yang juga anggota Kabinet Merah Putih ingin menjaga jarak supaya tidak terjebak dalam konflik kepentingan yang melibatkan antara relawan, partai politik, dan lingkaran kekuasaan. 

"Diam bisa menjadi strategi sambil menunggu perkembangan situasi lebih jelas. Daripada buru-buru memberi pembelaan yang justru bisa berbalik menjadi bumerang politik," kata Memed kepada Alinea.id, Senin (9/6).

Kedua, para anggota Kabinet Merah Putih punya pertimbangan politik yang serupa, yakni ingin menjaga harmoni dalam koalisi yang besar, termasuk dengan kelompok relawan yang selama ini menjadi kekuatan akar rumput.

Ketiga, para menteri yang kebanyakan merupakan ketua umum parpol lebih memilih mengamankan posisi politiknya sambil menunggu bagaimana dinamika pemakzulan Gibran bergulir. 

"Secara konstitusi, proses pemakzulan Wakil Presiden sangat berat dan panjang. Harus ada pelanggaran hukum berat yang dibuktikan di MK dan mendapat persetujuan DPR. Sampai saat ini, saya belum melihat bukti atau indikasi kuat bahwa syarat-syarat tersebut terpenuhi," kata Memed. 

Memed menilai wacana pemakzulan Gibran bukan semata bertujuan mendepak Gibran dari kekuasaan. Namun, wacana itu dibiarkan bergulir sebagai bentuk tekanan politik kepada Gibran di lingkaran kekuasaan. 

"Namun, tentu dinamika politik bisa berubah sangat cepat. Kita perlu mengamati terus bagaimana elite politik, partai, dan relawan memainkan isu ini ke depan," kata Memed.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan