sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bursa calon presiden masih didominasi wajah lama

Nama Joko Widodo dan Prabowo Subianto masih mendominasi survei elektabilitas calon presiden 2019.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Kamis, 07 Jun 2018 04:44 WIB
Bursa calon presiden masih didominasi wajah lama

Nama Joko Widodo dan Prabowo Subianto masih mendominasi survei elektabilitas calon presiden 2019.

Pendaftaran calon presiden 2019 akan dimulai 4 Agustus mendatang. Namun, hingga Juni ini, peta politik yang terbentuk belum begitu nampak. 

Sejauh ini, wajah lama seperti Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto masih mendominasi obrolan publik mengenai calon presiden (capres) Indonesia.

Dari data empat lembaga survei misalnya, menunjukkan jika elektabilitas Jokowi dan Prabowo masih lebih tinggi dibandingkan dengan kandidat lainnya yang hanya mendapatkan angka di bawah 5%.

Karyono Wibowo, Direktur Eksekutif The Indonesian Public Institute (IPI) mengatakan hampir semua lembaga survei menyebutkan jika peta capres masih akan didominasi oleh wajah lama. 

“Elektabilitas Jokowi berada pada kisaran 40%-50%. Sementara Prabowo itu nomor dua, meski terpautnya cukup jauh, 10%-20%,” ujarnya dalam diskusi publik di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (6/6).

Karyono melanjutkan jika posisi Jokowi sebagai calon incumbent belumlah aman walaupun elektabilitasnya lebih tinggi dibanding Prabowo. Karyono juga mengingatkan agar Jokowi tidak hanya mengandalkan elektabilitas dan kepuasan publik semata.

Survei dari Litbang Kompas misalnya, menunjukkan angka kepuasan publik yang tinggi dari pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) dalam 3,5 tahun pemerintahan berjalan. Dari survei tersebut, 72,2% responden menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan di empat bidang pemerintahan, yaitu politik dan keamanan (polkam), hukum, ekonomi, serta kesejahteraan sosial. 

Sponsored

“Tingkat kepuasan publik kepada incumbent tidak akan selalu berjalan linier,” kata Karyono. Ia mencontohkan di Pilkada DKI Jakarta lalu, kepuasan warga pada Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebesar 60%, tetapi kemudian terjadi tsunami politik yang menghantam Ahok.

Ia menyarankan agar Jokowi tidak hanya mengandalkan tingkat kepuasan publik, tetapi juga memerhatikan isu SARA, komunisme, etnis, yang dalam preferensi Indonesia akan sangat berpengaruh. 

“Jokowi harus hati-hati dengan isu. Sebuah kebohongan yang disampaikan secara terus menerus akan menjadi kebenaran,” jelas Karyono.

Dari amatan Karyono, Kecenderungan karakteristik pemilih akan dimanfaatkan para kontestan untuk mengeksploitasi kepentingan elektoral. 

“Politik identitas sudah cukup lama terjadi, itu tak jadi masalah. Yang jadi persoalan ketika itu dieksploitasi di publik, seperti kasus Ahok,” jelas Karyono.

Parpol kecil tawadhu

Sejauh ini, pengamat yang hadir dalam diskusi publik tersebut mengatakan peta calon presiden yang baru bisa dipastikan hanyalah Jokowi. Menurut Adi Prayitno, pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengatakan bisa terjadi tiga skenario dalam Pilpres mendatang.

“Yang pertama, head to head Jokowi dan prabowo. Prabowo akan menang dengan catatan jika ia mendapat satu dukungan partai politik lagi untuk berkoalisi,” ucapnya. 

Ia menambahkan jika saja PKS angkat kaki dari Prabowo menuju Cikeas, maka sudah bisa dipastikan Prabowo akan kalah.

Adi juga memerkirakan bisa muncul capres alternatif di luar Prabowo dan Jokowi. “Skenario terburuknya adalah akan muncul capres tunggal, tentu jika itu terjadi cukup ironis,” kata Adi.

Dia menyayangkan di tengah keberlimpahan partai politik di Indonesia, soal kandidasi menurutnya partai kecil banyak yang tawadhu atau berserah diri. Padahal, menurut Adi dengan logika sederhana, jika partai kecil berani mengajukan calon presiden, maka secara otomatis elektabilitas partai juga akan naik.

Berita Lainnya
×
tekid