Ketua KPU dikritik soal sistem proporsional tertutup
Komisi II DPR ramai-ramai mengkritisi Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, mengenai penerapan sistem proporsional tertutup.

Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus, meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) fokus pada penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024. Guspardi menyayangkan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, terkait pernyataan soal kemungkinan menerapkan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024.
"KPU sebagai penyelenggara pemilu harusnya fokus mempersiapkan pemilu dengan berbagai tantangan dan kerumitannya dapat berjalan sukses sesuai dengan tahapannya," ujar Guspardi di Jakarta, Jumat (30/12).
Menurut Guspardi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menolak uji materi yang diajukan oleh sejumlah kader PDIP dan NasDem tentang sistem proporsional terbuka pada 23 Desember 2008. Kata dia, MK menilai sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan sistem proporsional tertutup bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi.
"Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat," ucapnya.
Guspardi mengaku telah mendengar informasi tentang adanya pihak yang kembali mengajukan uji materi tentang sistem proporsional terbuka ke MK. Menurutnya, putusan MK itu tidak dapat diubah karena sifatnya yang final dan mengikat.
"Artinya, terhadap putusan MK tidak bisa diajukan upaya hukum. Masa sih MK akan membatalkan keputusannya sendiri. Jangan sampai ada dugaan MK cenderung tidak netral," kata Guspardi.
Apalagi, kata Guspardi, sistem proposional terbuka (berdasarkan suara terbanyak) sudah dilaksanakan secara berturut-turut pada tiga kali pemilu, yaitu tahun 2009, 2014, dan 2019. Menurut dia, tiga kali pemilu sistem proporsional terbuka ini tidak ada masalah. Karena itu, sistem proporsional terbuka sudah sangat ideal dan sudah teruji dan perlu dilanjutkan.
"Mengembalikannya sistem pemilihan legislatif ke sistem proporsional tertutup merupakan bentuk 'set back' atau memutar jarum ke belakang dan mengkebiri hak rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen. Hak demokrasi rakyat memilih wakil mereka untuk duduk di parlemen seakan dirampas dan juga lari dari semangat reformasi," tutur Guspardi.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menegaskan, bukan kapasitas Hasyim mengeluarkan pernyataan tersebut. Pasalnya, KPU merupakan pelaksana undang-undang.
Sementara, apabila terjadi perubahan sistem pemilu, hal itu berarti melalui perubahan undang-undang.
Doli mempertanyakan apakah Hasyim di balik uji materi Undang-Undang Pemilu ke MK. Bahkan, Hasyim disebutnya selangkah lebih maju sebelum MK mengeluarkan putusan.
"Itu saudara Hasyim dalam kapasitas apa mengeluarkan pernyataan seperti itu," kata Doli di Jakarta, Kamis (29/12).
Doli juga berharap agar MK dapat mengambil posisi yang netral, objektif, dan memahami posisi Undang-Undang Pemilu yang disebutnya sangat kompleks dan pada pembahasannya.
"Dilakukan kajian yang cukup mendalam dan membutuhkan waktu yang cukup panjang," tutur politikus Golkar ini.
Menurut Doli, jika ingin kembali pada sistem Pemilu proporsional tertutup harus melalui kajian mendalam. Sebab, akan menyangkut masa depan sistem politik dan demokrasi Indonesia.
"Jadi kalaupun mau dirubah, harus melalui revisi UU yang harus dilakukan kembali lagi kajian yang serius. Karena itu akan menyangkut masa depan sistem politik dan demokrasi Indonesia," ujar Doli.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
DPD RI saat ini: Tak bertaji, tak diminati
Selasa, 28 Mar 2023 17:30 WIB
Kejahatan anak era kiwari: Dari pencurian hingga penganiayaan
Senin, 27 Mar 2023 06:38 WIB