close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 di Gedung MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (20/10). /Foto dok. Setrpes
icon caption
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 di Gedung MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (20/10). /Foto dok. Setrpes
Politik - Koalisi Parpol
Rabu, 30 April 2025 11:54

Saat PDI-P "nimbrung" dalam polemik pemakzulan Gibran

Wacana pemakzulan Gibran potensial terealisasi jika ada kesepakatan politik antara PDI-P dan Gerindra.
swipe

Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berembus kian kencang. Terbaru, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kehormatan, Komaruddin Watubun mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto membentuk tim untuk mengkaji wacana pemakzulan Gibran itu. 

“Kalau ragu dengan pernyataan politisi, ya, buat tim sendiri. Jadi, ada tim yang disiapkan untuk melakukan pengkajian lebih mendalam,” kata Komarudin dalam keterangan pers kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini. 

Pencopotan Gibran dari kursi wapres merupakan satu dari delapan poin tuntutan yang diutarakan Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Menurut kelompok yang beranggotakan ratusan pensiunan TNI itu, Gibran harus diganti karena ada pelanggaran hukum dalam pencalonan dan pelantikannya sebagai Wapres. 

Pelanggaran yang dimaksud Forum Purnawirawan Prajurit TNI ialah terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang merevisi syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Dikeluarkan MK saat dipimpin Anwar Usman jelang Pilpres 2024, putusan itu memberikan karpet merah untuk Gibran maju jadi pendamping Prabowo. 

Politikus PDI-P Aryo Seno Bagaskoro mengatakan usul pembentukan tim independen untuk mengkaji wacana pemakzulan Gibran hanya diutarakan Komarudin untuk mengingatkan Prabowo. Menurut dia, tuntutan para purnawirawan TNI mesti direspons serius. 

"Konteksnya untuk mempelajari poin-poin tuntutan itu lebih secara terlembaga, yakni dalam bentuk membuat suatu tim kajian. Keputusannya seperti apa? Tentu otoritas tertingginya ada pada Presiden. Lalu juga harus sesuai dengan spirit konstitusional," kata Aryo kepada Alinea.id, Selasa (29/4). 

PDI-P, kata dia, memahami keresahan purnawirawan TNI yang mengusulkan pemakzulan Gibran. Sikap PDI-P sebagai bentuk penghormatan atas aspirasi para purnawirawan TNI. "Sekaligus meneruskan apa yang disampaikan oleh Pak Wiranto sebagai tanggapan dari Presiden," kata Aryo.

Sebelumnya, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto mengungkapkan usulan para purnawirawan TNI itu sudah disampaikan kepada Prabowo. Menurut dia, Presiden sedang mempelajari tuntutan para purnawirawan itu. 

"Harus banyak sumber lain yang beliau (Prabowo) dengarkan. Selain itu, beliau memberi keputusan bukan hanya fokus kepada satu bidang, banyak bidang-bidang lain yang harus dipertimbangkan," ujar  Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (24/4) lalu. 

Wiranto berharap tuntutan-tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI tak menimbulkan polemik berkepanjangan. Terlebih, salah satu tuntutannya ialah soal pencopotan Gibran. "Maka, inilah sikap presiden, bukan mengacaukan, tapi tetap menghargai," ujar Wiranto.

Gibran saat ini belum berpartai. Jelang Pilpres 2024, PDI-P mencabut keanggotaannya lantaran ngotot maju jadi calon wakil presiden. Ketika itu, PDI-P mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Usai Pilpres 2024, PDI-P juga memecat Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). 

Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ahmad Chumaedy menilai usulan PDI-P mengindikasikan eskalasi wacana pemakzulan Gibran. PDI-P, kata dia, masih merasakan kecewa terhadap hasil dan proses Pemilu 2024, terutama terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. 

"Sikap PDIP mendorong Prabowo membentuk tim independen bukan untuk langsung memakzulkan Gibran, tetapi lebih ke arah penyikapan moral dan evaluatif terhadap proses Pilpres yang dianggap sarat penyimpangan, termasuk putusan MK soal batas usia capres/cawapres," kata pria yang akrab disapa Memed itu kepada Alinea.id, Selasa (29/4).

Wacana itu, menurut Memed, bukan tidak mungkin bergulir menjadi proses politik formal, semisal usulan hak angket di DPR. Dukungan dari DPR dibutuhkan supaya usulan pemakzulan bisa sampai ke MK. Selain itu, MK harus menguji dan menyatakan adanya pelanggaran hukum yang membuat Gibran tak lagi memenuhi syarat sebagai wapres. 

"Baru kemudian DPR dan MPR bisa memberhentikan. Langkah konkret itu harus ada fakta-fakta kuat pelanggaran hukum atau konstitusi yang bisa dijadikan dasar," kata Memed.

Wacana pemakzulan Gibran, lanjut Memed, potensial bergulir menjadi proses politik formal jika terjalin kesepakatan politik antara PDI-P dan Gerindra. Sama-sama sebagai pemenang Pileg 2024, kedua parpol bisa menyetir arah politik di parlemen. "Tanpa basis hukum dan koalisi politik yang solid, pemakzulan tidak akan terwujud," imbuhnya. 

Namun demikian, Memed berpandangan PDI-P diuntungkan dengan lahirnya wacana pemakzulan Gibran. "Pada konteks ini, sebenarnya PDIP memanfaatkan isu ini untuk sejumlah hal. Pertama, menjaga konsistensi posisi kritis terhadap Pilpres 2024. Kedua, menakar kekuatan oposisi ke depan. Ketiga, menekan posisi moral-politik Prabowo sebagai presiden terpilih," jelas Memed. 


 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan