Elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengalami penurunan. Berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, turunnya tingkat keterpilihan bakal calon presiden (capres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu berlangsung sejak awal 2023.
Menurut pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, melemahnya dukungan kepada Anies disebabkan posisi ideologisnya berbeda dengan publik pada umumnya. Kemudian, meningkatnya kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Kedua faktor tersebut berdasarkan hasil kajian Saiful Mujani dengan menggunakan dua pendekatan. Pertama, ideologi politik Islam dan Pancasila dalam skala 0 hingga 10. Angka 0 sempurna mendekati politik Pancasila, sedangkan 10 sempurna cenderung politik Islam.
SMRC lalu mengajukan pertanyaan kepada publik untuk menilai diri sendiri dan ketiga bakal capres dengan elektabilitas tertinggi: Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto; kandidat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ganjar Pranowo; dan Anies.
Saiful melanjutkan, publik Indonesia rata-rata menempatkan dirinya di angka 4,75. Artinya, lebih mengklaim dekat dengan ideologi Pancasila.
"Sentimen ideologis pemilih Indonesia adalah lebih cenderung Pancasila, bukan politik Islam. Jadi, kalau ditanya publik Indonesia itu ideologinya apa? Ideologinya adalah Pancasila yang moderat," ucapnya dalam keterangannya, Kamis (8/6).
Sementara itu, publik berpendapat, posisi ideologi Anies pada angka 5,41. Adapun Ganjar 4,72 dan Prabowo 4,61.
Kendati demikian, Saiful menerangkan, idelogi Ganjar lebih dekat dengan posisi pemilih dibandingkan Anies dan Prabowo. Selisih posisi ideologis pemilih dengan Ganjar sekitar 0,03, sedangkan Prabowo 0,14 dan Anies 0,66.
Dengan demikian, Anies dianggap pemilih cenderung mengusung ideologi Islam. "Ini satu faktor yang membuat Anies tidak mudah berkembang secara elektoral," katanya.
Kedua, persepsi atas ekonomi. Pendekatan ini untuk mengukur apakah persepsi publik atas kondisi ekonomi rezim Jokowi berefek positif/negatif terhadap ketiga bakal capres 2024.
Saiful memaparkan, penilaian publik atas kondisi ekonomi nasional saat ini cenderung positif lantaran dianggap sudah pulih atau seperti sebelum pandemi Covid-19. Dalam skala 0-100, indeks kondisi ekonomi naik dari 48 pada Oktober 2020 menjadi 65,8 pada awal Mei 2023.
Hal tersebut berdampak positif pada kepuasan masyarakat atas kinerja Jokowi dan memengaruhi dukungan masyarkat terhadap ketiga bakal capres. Dalam skala 0-100, indeks kinerja Presiden naik dari 50 pada survei Oktober 2015 menjadi 67,2 pada awal Mei 2023, sedangkan kandidat yang dirugikan adalah Anies.
Dalam analisis statistik, ungkap Saiful, ada hubungan positif (r=+0,259) antara elektabilitas Anies dengan penilaian positif publik menyangkut kondisi ekonomi sebelum 2023. Sebelum 2023, penilaian positif publik pada kondisi ekonomi bisa meningkatkan dukungan pada Anies. Namun, memasuki 2023, relasi antara persepsi positif pada ekonomi dengan elektabilitas Anies menjadi negatif (r=-0,757).
"Peningkatan persepsi positif warga pada kondisi ekonomi menyebabkan penurunan elektabilitas Anies," ujarnya.
Tren serupa terjadi pada hubungan dukungan untuk Anies dengan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi. Sebelum 2023, hubungan kedua variabel cenderung lemah atau hampir tidak korelasi (r=+0,156). Pada awal 2023 hingga sekarang, terbentuk relasi negatif antara elektabilitas Anies dengan tingkat kepuasan publik pada kinerja Jokowi (r=-0,984). Semakin tinggi tingkat kepuasan publik pada Jokowi, semakin lemah dukungan publik pada Anies.
Saiful menilai, tingkat keterpilihan Anies menurun dalam 6 bulan terakhir lantaran kepuasan publik atas kinerja Jokowi naik. "Karena itu, positioning Anies dalam hal ini keliru karena tingkat kepuasan publik pada Jokowi mengalami kenaikan."
Sayangnya, kubu Anies kian gencar mengampanyekan perubahan dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan, cenderung lebih konfrontatif dengan pemerintah.