Sehari jelang penetapan calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Marianus Sae, bakal calon Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur pada Minggu kemarin.
Penangkapan itu bermula setelah KPK menerima informasi dan langsung melakukan pengecekan di tiga lokasi, Surabaya, Kupang dan Kabupaten Ngada. Hasilnya, lembaga antirasuah menangkap lima orang sekaligus, yakni Marianus Sae, Ambrosia Tirta Santi- Ketua Tim Penguji Psikotes Cabgub NTT, Dionesisu Kila- ajudan Bupati Ngada. Lalu Wilhelminus Iwan- Direktur PT Sinar 99 Permai, dan Petrus Padulewari- pegawai bank.
Diduga, Marianus yang kini masih menjabat sebagai Bupati Ngada, menerima suap untuk digunakan dalam pembiayaan kampanye Pilgub NTT. KPK menyebut, selama 2017, Marianus menerima uang dari Wilhelminus sebesar Rp4,1 miliar yang dibagi dalam empat kali pengiriman. Sedangkan tahun ini, Marianus menjanjikan proyek senilai Rp54 miliar kepada Wilhelmina di Ngada.
Atas perbuatannya, Wilhelmina dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Sedangkan Marianus, dijerat dengan Pasal 12 huruf 1 atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai politik elektoral seperti Pilkada, Pileg dan Pilpres selalu berkaitan erat dengan praktik korupsi, khususnya di sektor sumber daya alam. Bahkan, guna menutupi kekurangan biaya pencalonan, para kandidat giat mencari sponsor melalui praktik ijon politik dan mencari sumber keuangan lainnya melalui praktik korupsi.
Termasuk apa yang terjadi dengan Marianus Sae, patut diduga sebagai praktik korupsi untuk menutupi kebutuhan biaya Pilkada Serentak 2018 mendatang.
Berdasarkan catatan Jatam, dalam konteks pertambangan, Marianus Sae pernah menerbitkan lima izin usaha pertambangan (IUP) pada 2010, tahun dimana ia terpilih dan dilantik menjadi Bupati Ngada. Salah satu perusahaan yang diberikan izin adalah PT Laki Tangguh Indonesia, milik Setya Novanto dengan luas konsesi mencapai 28.921 hektar.
“Marianus pun pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri pada 20 September 2013 atas dugaan manipulasi izin tambang PT Laki Tangguh, dimana Izin Usaha Pertambangan terbit sebelum adanya permohonan tertulis dari pihak PT Laki Tangguh,” terang Kepala Kampanye Jatam, Melky Nahar melalui keterangan tertulisnya, Senin (12/2).
Meski demikian, Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira mengapresiasi tertangkapnya Marianus sebelum penetapan oleh KPU NTT. Dengan begitu, berarti menutup peluang yang bersangkutan untuk melaksanakan praktik korupsi yang lebih jauh lagi.
"Akan lebih buruk situasinya apabila Marianus Sae sudah ditetapkan menjadi cagub atau bahkan terpilih dan kemudian melakukan korupsi, karena akan lebih menyusahkan rakyat NTT ke depannya," jelas Andreas seperti dikutip dari Antara.