close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi korupsi. (foto: Pexel)
icon caption
Ilustrasi korupsi. (foto: Pexel)
Politik
Selasa, 06 Februari 2018 22:11

PAN pastikan adanya ongkos mahal calon kepala daerah

Sekjen PAN tak bisa merinci estimasi biaya untuk sekali pencalonan kadernya di Pilkada.
swipe

Pakar hukum pidana Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar menengarai, perilaku korup para kepala daerah tak terlepas dari sistem pemerintahan secara langsung. Akibatnya, membutuhkan sokongan dana besar bagi kader yang ingin berlaga dalam kontestasi Pilkada.

Agar dapat dikenal para pemilih misalnya, para kandidat harus mengeluarkan biaya survei, turnamen-turnamen olahraga, atau kegiatan massal untuk memperkenalkan diri pada masyarakat.

Termasuk untuk maju lewat kendaraan partai, biaya yang digulirkan pun relatif banyak. Alhasil, akumulasi dari semua biaya ini membuat kepala daerah memutar otak, mencari peluang pengembalian harta yang sudah dikeluarkan.

Sekjen Partai Amanat Nasional atau PAN Eddy Soeparno tak menampik adanya belanja partai yang membengkak untuk menjagokan kadernya di kontestasi Pilkada. Meski demikian, ia menegaskan bukan berarti alasan itu jadi pembenaran bagi kepala daerah untuk nekat korupsi.

“Biaya politik sangat tinggi. Bagi seorang Wali Kota saja, usaha mengumpulkan massa, mengharuskannya membelanjakan uang untuk atribut, uang makan, uang transport. Belum lagi di gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), kita butuh biaya untuk saksi dan masih banyak lagi,” ujar Eddy di Jakarta, Selasa (6/2).

Eddy pun tak bisa merinci estimasi biaya untuk sekali pencalonan kadernya di Pilkada. Apalagi, tiap daerah dianggap memiliki angka serta karakteristik yang berbeda.

“Kita tak bisa sebutkan angkanya secara rigid, tentu berbeda-beda di tiap daerah,” sambungnya.

Karena itu, Eddy meminta KPK lebih proaktif dalam upaya pencegahan perilaku korup yang dilakukan oleh kepala daerah.

“Kami sangat mengapresiasi lembaga anti rasuah macam KPK, dalam usahanya membongkar kasus korupsi para pemimpin daerah. Namun jangan sekali-kali mengaitkan keberhasilan KPK dengan banyaknya OTT atau tingginya frekuensi persidangan di Pengadilan Tipikor,” tandasnya.

Sebelumnya KPK menangkap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko. Ia diduga terlibat dalam suap perizinan dan pengurusan penempatan jabatan di lingkungan Pemkab Jombang. Uang tersebut rencananya digunakan untuk maju Pilkada Jombang 2018.

img
Purnama Ayu Rizky
Reporter
img
Syamsul Anwar Kh
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan