Antisipasi sentimen pelaku pasar, Kemenkeu patok defisit fiskal 2023 maksimal 3%

Defisit fiskal diperkenankan di atas 3% melalui Perppu 1/2020 seiring terjadinya pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani. Dokumentasi Kemenkeu

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerapkan disiplin fiskal dengan maksimum defisit 3% dari produk domestik bruto (PDB) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Hal ini sesuai amanat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menegaskan, pemerintah tak boleh terus melonggarkan defisit APBN mulai 2023. Pasalnya, akan berdampak pada cara pandang pelaku pasar melihat Indonesia sebagai negara yang kekurangan pembiayaan jika terus berlanjut dan defisit kian membesar.

"Ini adalah sesuai dengan tax force yang dibuat oleh PBB, di mana mereka mengidentifikasi suasana dan situasi tantangan global ini akan berpotensi kepada tiga area krisis, yaitu pangan, energi, dan utang. Selain itu, kalau kita defisitnya masih sangat besar sehingga kemudian kita harus melakukan financing, apalagi financing-nya sampai desperated, maka kita pasti akan terkena hit dengan cost of fund yang sangat tinggi," tuturnya, melansir situs web Kemenkeu, Rabu (7/9).

Diketahui, beberapa negara mulai mengalami potensi gagal bayar utang karena bunga utang semakin tinggi. Akibatnya, negara terancam krisis bahkan mengalami kebangkrutan.

Lebih jauh, Sri Mulyani menerangkan, anggaran subsidi energi pada 2023 masih dibahas bersama DPR. Namun, pemerintah menyediakan anggaran subsidi minyak lebih dari Rp340 triliun dengan asumsi harga minyak di kisaran US$90/barel.