Candu pinjol anak muda dan ancaman kredit macet

Jumlah kredit macet terus melonjak seiring dengan peningkatan peminjam online di kalangan anak muda.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Caca, perempuan muda berusia 20 tahun terjerat lingkaran setan pinjaman online (pinjol). Mahasiswi yang masih duduk di tahun ketiga salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta ini mengaku, mengenal fitur beli sekarang bayar nanti atau paylater di marketplace dari teman dekatnya, 2021 lalu. 

“Awalnya enggak tertarik, tapi karena waktu itu OOTD (outfit of the day) lagi hype banget dan aku pingin kelihatan trendi, jadi aku mulai beli-beli baju, tas, sepatu yang lagi hit. Pertama si pakai uang saku sendiri, tapi lama-lama enggak cukup, jadi aktivasi akun di salah satu e-commerce,” katanya, kepada Alinea.id, Rabu (6/9).

Saat pertama mengaktivasi akun paylater-nya, Caca mendapatkan limit pinjaman sebesar Rp1,8 juta. Setelah berbulan-bulan, cicilan yang semula paling besar Rp200.000, naik menjadi Rp700.000. Ia mengaku masih mampu membayar utang tersebut dengan uang sakunya. Namun lambat laun, limit utang tersebut dirasanya masih kurang dan ia pun kembali mengaktivasi akun paylater di aplikasi e-commerce lainnya. 

“Waktu itu aku masih pede (percaya diri), kalau nyicil per bulan Rp1 jutaan, masih oke lah, masih gampang. Tapi ternyata pinjamanku semakin besar. Akhirnya aplikasi yang tadinya cuma dua, beranak jadi 16,” kisahnya. 

Tidak hanya itu, setelah lama tidak pernah menghitung berapa total utang digitalnya, pada Mei lalu, bungsu dari 3 bersaudara ini baru mengetahui, kalau cicilannya dari 16 aplikasi fintech (teknologi finansial) peer to peer (P2P) lending sudah mencapai Rp45 juta.