Janji Cipta Kerja, harapan atau fantasi?

Demi investasi, pemerintah bersikukuh mengesahkan UU Cipta Kerja yang penuh kontroversi.

Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.

Laju ekonomi Indonesia sudah kontraksi -5,32% sepanjang kuartal-II gara-gara pandemi. Pemerintah pun telah mengeluarkan stimulus pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp695,1 triliun demi menolong perekonomian yang babak belur. Namun, hal ini dinilai masih belum cukup.

Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10), para anggota dewan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang telah diusulkan oleh pemerintah sejak awal tahun ini. Undang-undang sapu jagat yang bertajuk Omnibus Law ini merevisi 79 undang-undang dengan 1.244 pasal.

Bila tidak ada penolakan dari Presiden, RUU Cipta Kerja akan diundangkan secara otomatis dalam waktu 30 hari dan mulai berlaku di seluruh Indonesia. Sesuai namanya, undang-undang ini bertujuan menciptakan lapangan kerja melalui kemudahan berinvestasi.

Di sisi lain, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) mencatat investasi asing langsung secara global menurun dari US$2 triliun pada 2015 menjadi US$1,5 triliun pada 2019. Angka tersebut diperkirakan akan turun hingga 40% pada 2020 akibat pandemi. Apakah kehadiran UU Cipta Kerja mampu menarik semakin banyak investasi di tengah lesunya tren investasi global?