sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Janji Cipta Kerja, harapan atau fantasi?

Demi investasi, pemerintah bersikukuh mengesahkan UU Cipta Kerja yang penuh kontroversi.

Syah Deva Ammurabi
Syah Deva Ammurabi Jumat, 23 Okt 2020 19:03 WIB
Janji Cipta Kerja, harapan atau fantasi?

Laju ekonomi Indonesia sudah kontraksi -5,32% sepanjang kuartal-II gara-gara pandemi. Pemerintah pun telah mengeluarkan stimulus pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp695,1 triliun demi menolong perekonomian yang babak belur. Namun, hal ini dinilai masih belum cukup.

Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10), para anggota dewan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang telah diusulkan oleh pemerintah sejak awal tahun ini. Undang-undang sapu jagat yang bertajuk Omnibus Law ini merevisi 79 undang-undang dengan 1.244 pasal.

Bila tidak ada penolakan dari Presiden, RUU Cipta Kerja akan diundangkan secara otomatis dalam waktu 30 hari dan mulai berlaku di seluruh Indonesia. Sesuai namanya, undang-undang ini bertujuan menciptakan lapangan kerja melalui kemudahan berinvestasi.

Di sisi lain, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) mencatat investasi asing langsung secara global menurun dari US$2 triliun pada 2015 menjadi US$1,5 triliun pada 2019. Angka tersebut diperkirakan akan turun hingga 40% pada 2020 akibat pandemi. Apakah kehadiran UU Cipta Kerja mampu menarik semakin banyak investasi di tengah lesunya tren investasi global?

 Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan draft RUU Cipta Kerja kepada Badan Legislasi DPR usai kesepakatan substansi RUU CK Sabtu (3/10) di Jakarta. Dokumentasi.

Hasrat menggenjot investasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pembuatan UU Cipta Kerja merupakan langkah yang tepat untuk mentransformasi perekonomian Indonesia yang berada di bibir resesi.

“UU Cipta Kerja yang baru diketok DPR adalah oritentasinya penciptaan lapangan kerja. Kita ketahui bersama setiap tahun 6,9 juta (pengangguran) yang membutuhkan kerja. Ada angkatan kerja baru 3 juta. Korban PHK dan dirumahkan 3,5 juta, sehingga setiap tahun dibutuhkan 13 juta. Inilah yang harus diisi agar mereka bisa menjadi wirausaha maupun terserap dalam dunia kerja,” terangnya dalam webinar Outlook 2021 : The Year of Opportunity, Rabu (21/10).

Sponsored

Airlangga menjelaskan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terjadi sejak sebelum pandemi mendorong sebagian investor merelokasi usahanya untuk mengurangi ketergantungan rantai pasok. Menurutnya, Indonesia harus mampu mengambil peluang tersebut, salah satunya melalui UU Cipta Kerja. 

Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menambahkan investasi akan didorong pada beberapa sektor prioritas seperti kesehatan, hilirisasi sumber daya alam, pengembangan baterai lithium, infrastruktur, dan penurunan emisi karbon melalui energi baru terbarukan (EBT), transportasi listrik, dan proyek-proyek REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation). Menurutnya, Indonesia masih menjadi negara yang diminati oleh investor asing.

“Investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) menurun dari puncaknya di kuartal pertama 2020. namun PMA (Penanaman Modal Asing) cenderung flat. Dengan kunjungan saya ke Yunnan, Tiongkok, komitmen Tiongkok itu sungguh besar sekali. Sekarang belum kami rilis, tapi angkanya menurut saya sangat fantastis yang dilakukan B2B (Business to Business),” katanya dalam telekonferensi Rabu (21/10).

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan investasi dalam negeri perlahan mulai meningkat di tengah pandemi Covid-19. Pihaknya mencatat realisasi investasi pada kuartal-III mencapai Rp209 triliun atau naik 8,9% dibanding kuartal sebelumnya dan tumbuh 1,6% dibanding periode yang sama tahun lalu. 

Adapun selama Januari-September 2020, realisasi investasi di Indonesia mencapai Rp611,6 triliun atau naik 1,71% dibanding periode yang sama 2019. Angka realisasi ini sebesar 74,8% dari target tahun ini sebesar Rp817 triliun. 

“Kalau 2021, dengan UU Cipta Kerja sudah disahkan, kemudian beberapa bagian yang kami butuhkan dalam kemudahan berusaha, saya yakin pasti realisasi investasi kita lebih tinggi dari 2020," jelasnya dalam konferensi pers, Jumat (23/10). 

Harapan lain juga muncul dari 153 perusahaan yang rencananya akan siap masuk di 2021. Tak hanya itu, Bahlil juga menyebut rencana besar berupa pembangunan industri baterai terbesar di dunia pada tahun depan.

Nilai realisasi investasi Rp611,6 triliun tersebut diperkirakan mampu menyerap 861.581 orang, masih di bawah target 1,2 juta orang pada akhir 2020. Setelah pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, BKPM menargetkan penyerapan meningkat jadi 1,3 juta tenaga kerja pada 2021 mendatang. 

“Itu (penyerapan) yang langung, belum tidak langsung. Bahkan yang tidak langsung bisa 3-4 kali lipat. Semakin besar berinvestasi kita dorong, maka semakin banyak yang kita dorong,” ungkapnya. 

Penyusunan produk turunan

Setelah pengesahan UU Cipta Kerja, Kementerian/Lembaga terkait berpacu dengan waktu menyusun rancangan peraturan turunannya berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden. Rencananya, sebanyak 36 PP dan 5 Perpres akan diterbitkan dalam waktu tiga bulan mendatang. 

Bahlil mengungkapkan pihaknya masih menyusun rancangan PP (RPP) bersama pemangku kepentingan terkait beserta target investasi yang akan dicapai Indonesia pasca pengesahan UU Cipta Kerja. 

“Kami akomodir pikiran pengusaha, tapi juga harus jaga agar negara jangan dirugikan. Ini penting. Jadi BKPM ini berada di dua jiwa, satu jiwa memberikan iklim investasi yang baik, jiwa yang lain adalah bagaimana negara jangan dirugikan karena orientasi kami pendapatan negara,” katanya. 

Adapun Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengatakan pihaknya tengah menyusun empat RPP yang terdiri RPP Pengupahan, RPP Tenaga Kerja Asing, RPP Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, dan RPP Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Adapun konsepnya sudah dimatangkan secara internal dan dikoordinasikan dengan Kementerian/Lembaga terkait. Proses pembahasan RPP sudah dimulai sejak minggu ini.

“Kalau di UU Cipta Kerja itu kan kita punya waktu tiga bulan, tapi  lebih cepat kan lebih baik," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (20/10). 

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi mengatakan perumusan RPP memungkinkan untuk dilakukan meskipun UU Cipta Kerja masih belum diundangkan. Proses perumusannya berawal dari pembahasan di tingkat internal pemerintah. Kemudian, pihaknya mengundang berbagai pemangku kepentingan, baik serikut buruh, pengusaha, kepala dinas, hingga perguruan tinggi. 

“Di dalam proses berikutnya, Kumham (Kementerian Hukum dan HAM) dan Setneg (Sekretariat Negara) melakukan harmonisasi. Omnibus law itu menyederhanakan dan mensinkronkan aturan. Kita kan ada 41 peraturan turunan dan di Kemenaker ada 4. Jangan sampai tumpang tindih lagi, setelah harmonisasi masuk ke Setneg ditetapkan dalam peraturan pemerintah,” jelasnya kepada Alinea.id, Kamis (22/10).

Anwar memastikan UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya dapat langsung diimplementasikan setelah diundangkan sesuai kaidah hukum positif. Selanjutnya, Kemenaker menyiapkan upaya-upaya peningkatan keahlian dan keterampilan khusus yang dibutuhkan oleh dunia kerja.

Kemesraan pengusaha dan penguasa

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengapresiasi langkah pemerintah dan DPR yang mengesahkan UU Cipta Kerja. Menurutnya, ini adalah reformasi struktural yang diperlukan bagi kemajuan perekonomian Tanah Air.

“Ini sudah diapresiasi dan dipuji oleh banyak instansi pemerintah luar, seperti World Bank (Bank Dunia), Fitch, Moody's, ADB (Bank Pembangunan Asia) semua mengapresiasi, bahwa yang dilakukan ini adalah reformasi struktural yang sangat luar biasa, yang akan memberikan pertumbuhan kita ke depan dan ekonomi ini akan berjalan dengan baik,” katanya Rabu (21/10).

Dalam webinar yang diadakan oleh Indikator Politik Indonesia hari Minggu (18/10), Rosan menilai pengesahan UU Cipta Kerja di tengah pagebluk adalah momentum yang tepat di tengah maraknya persaingan negara-negara ASEAN dalam memperebutkan investor yang merelokasi usahanya dari China.

“Negara-negara lain tetap melakukan reformasi struktural ini. Malaysia dan Vietnam sudah melakukan ini sejak 2010. Thailand sudah melakukannya sejak 2015. Kalau kita tidak melakukan ini, nanti pada saat Covid berakhir ceritanya sama seperti dulu. Mereka investasi ke Vietnam, Thailand, dan Malaysia lagi,” terangnya.

Pendiri Recapital Advisors ini menekankan pentingnya sosialisasi dan edukasi yang tepat agar masyarakat mengetahui manfaat dari undang-undang tersebut. Ia menyayangkan banyaknya disinformasi dan hoaks mengenai peraturan sapu jagat tersebut. 

“Harapannya dengan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah ini bisa mendorong perekonomian kita lebih baik, iklim investasi meningkat, kemudahan bisnis meningkat, produktivitasnya juga meningkat, dan harapannya bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang menjadi tantangan kita kedepannya,” jelasnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid