Larangan ekspor bijih bauksit: Upaya kerek pendapatan negara, tapi butuh kocek tebal

Pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit dan mendorong industri. Namun, sejumlah masalah mengintai.

Ilustrasi. Alinea.id/Aisya Kurnia.

Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan waktu pasti pelaksanaan pelarangan ekspor bauksit mentah. Dalam Keterangan Pers yang ditayangkan secara daring melalui akun Youtube Sekretariat Presiden pada Rabu (21/12), dia mengungkapkan, keputusan ini diambil setelah melihat keberhasilan aturan penghentian ekspor nikel.

Dari catatannya, sejak pemerintah menghentikan ekspor bijih nikel mentah sejak 1 Januari 2020, nikel telah menunjukkan peningkatan ekspor hingga 19 kali lipat. Dari sebelumnya hanya sebesar US$1,1 miliar atau sekitar Rp17 triliun pada 2014, menjadi senilai US$20,9 miliar atau Rp326 triliun di tahun lalu. Hingga tutup tahun 2022, nilai ekspor nikel diperkirakan akan mencapai US$27 miliar hingga US$30 miliar atau sekitar Rp418,5 triliun hingga Rp465 triliun.

“Oleh sebab itu, keberhasilan ini akan dilanjutkan komoditas yang lain. Dan mulai Juni 2023, pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit dan mendorong industri pengolahan dan pemulihan bijih bauksit di dalam negeri,” katanya.

Demi pundi-pundi rupiah

Pemimpin negara yang lebih akrab disapa Jokowi ini memperkirakan, dengan hilirisasi bahan baku aluminium ini pendapatan negara bisa terkerek hingga kurang lebih Rp62 triliun per tahun. Namun demikian, sebelum bisa merasakan keuntungan, dia sadar Indonesia bisa kehilangan pendapatan sekitar Rp21 trilun per tahun dari nilai ekspor dan devisa bauksit mentah.