Menaikkan iuran, merupakan upaya menyelamatkan BPJS Kesehatan

Keluarnya putusan MA yang menganulir kenaikan, berpotensi menyebabkan defisit BPJS tahun ini mencapai Rp6,9 triliun.

Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/5).Foto Antara/Dhemas Reviyanto/foc.

Kenaikan kembali iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan lewat Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020, setelah sebelumnya dibatalkan Mahkamah Agung (MA), merupakan upaya menutupi defisit BPJS Kesehatan.   

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa Dasa Nugraha, mengatakan kenaikan tersebut untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan yang berlangsung selama ini, dan menjamin kelangsungan program jaminan sosial tersebut.

"Penyesuaian iuran dari JKN itu supaya program tadi tetap berkesinambungan dan juga memberikan layanan yang tepat waktu dan berkualitas. Kami ingin juga ini terjangkau bagi negara dan masyarakat," katanya dalam video conference, Kamis (14/5).

Jika iuran BPJS Kesehatan tidak naik, maka defisitnya akan semakin membengkak. Dia memperkirakan, keluarnya putusan MA yang menganulir kenaikan, berpotensi menyebabkan defisit BPJS tahun ini mencapai Rp6,9 triliun.

Tak hanya itu, hingga 13 Mei 2020 BPJS Kesehatan memiliki tunggakan yang telah jatuh tempo sebesar Rp4,4 triliun. Outstanding sebesar Rp6,2 triliun dan yang belum jatuh tempo sebesar Rp1,03 triliun. Belum lagi, defisit 2019 mencapai Rp15,5 triliun.