OJK minta fintech transparan kepada nasabah

OJK berencana akan mengatur apa yang dibuat untuk menjamin perlindungan dana nasabah di Fintech.

ilustrasi/ Pexels

Financial technology (fintech) ibarat oase atas sulitnya masyarakat Indonesia mengakses lembaga keuangan yakni Bank. Digadang-gadang meningkatkan penetrasi masyarakat akan akses keuangan, harus disadari fintech juga memiliki resiko. Khususnya yang bergerak di sektor penyaluran kredit atau yang dikenal sebagai peer to peer landing (P2P Lending) . 

Tidak seperti perbankan dimana fintech dapat memberikan kredit tanpa harus melakukan prinsip know your costumer. Kredit macet bisa tercipta dari kegiatan penyaluran kredit fintech. Jangan sampai angka kredit macet yang disalurkan fintech terbilang tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan merusak ketahanan keuangan bangsa. 

Apalagi saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbilang masih melonggarkan sejumlah aturan untuk fintech. Alasannya, industri tersebut dinilai masih terbilang baru dan sebaiknya sementara ini dibina ketimbang diatur. 

Meski begitu, pengelolaannya tetap harus mengedepankan transparansi. Maka dari itu, OJK mengingatkan agar fintech tetap mengedepankan transparansi terutama soal tarif dan komisi dalam pengelolaan dana ke nasabah. Walaupun sampai saat ini OJK belum dapat memastikan kapan rencana akan diatur. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pada prinsipnya aturan yang dibuat untuk menjamin perlindungan dana nasabah di Fintech."Khusus P2P kami atur. Tapi secara umum, aturan akan ada yang latar belakanganya perlindungan konsumen," tukas Wimboh.