Pemilu Islandia: Stabilitas politik kembali dipertaruhkan

Islandia telah berjanji untuk mencapai netralitas karbon pada 2040, jauh lebih dulu daripada sebagian besar negara Eropa lainnya.

Ilustrasi. Pixabay

Warga Islandia melakukan pemilihan umum untuk memilih siapa pemimpin baru selanjutnya yang akan membawa perubahan bagi Islandia pada Sabtu (25/9). Pemilu kali ini akan diramaikan oleh sembilan partai yang kemungkinan akan masuk ke parlemen.

Pulau Atlantik Utara yang berpenduduk 371.000 warga tersebut, menjadi salah satu dari wilayah yang mengalami periode stabilitas sejak 2017 di bawah koalisi yang berkuasa, setelah bertahun-tahun skandal politik dan ketidakpercayaan politisi yang disebabkan oleh krisis keuangan pada 2008.

Koalisi pemerintah saat ini yang dipimpin oleh Gerakan Left-Green pimpinan Perdana Menteri Katrín Jakobsdóttir, saat itu memenangkan mandatnya dengan janji untuk mengamankan stabilitas. Pada 2017, Left-Green yang menyebut diri mereka sebagai "partai sayap kiri radikal," bekerja sama dengan Partai Kemerdekaan pro-bisnis dan Partai Progresif  centre-right membuat marah beberapa orang di dalam partai.

Jakobsdóttir tetap menjadi yang diunggulkan. Kendati, dukungan untuk Partai Kemerdekaan, partai terbesar di Islandia tersebut juga menurun. Tetapi hasil pemilu diprediksi masih akan dimenangkan oleh mantan Perdana Menteri Bjarni Benediktsson.

Lanskap politik yang hancur akan mempersulit pembentukan pemerintahan baru, tetapi Jakobsdóttir mungkin mencari koalisi dengan partai-partai sayap kiri lainnya yang menurut jajak pendapat akan mendapatkan dukungan lebih dari warga Islandia.